Surat Gembala Uskup Keuskupan Sintang Masa Prapaskah - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Sabtu, 16 Maret 2019

Surat Gembala Uskup Keuskupan Sintang Masa Prapaskah

Add caption
WartaKatolik, SINTANG : Uskup Keuskupan Sintang merilis Surat Gembala khusus masa Prapaskah 2019. Dalam suratnya yang diterima Warta Katolik, Uskup Keuskupan Sintang, Mgr.Samuel Oton Sidin, OFM.Cap mengingatkan kepada umat Katolik di keuskupan Sintang untuk berbenah diri melalui puasa dan berpantang sukarela.

Pantang dan Puasa dalam konteks pembenahan diri ini memiliki kaitan erat dengan doa, tobat, dan kasih.

"Kita ingin agar hubungan dengan Allah, sesama dan alam sekitar, dirajut kembali kalau sempat putus, atau diperbaiki sekiranya sebelumnya kurang baik, dan bahkan disempurnakan manakala sudah baik. Hal ini mengandaikan adanya suatu kesediaan untuk berkurban dan mempersembahkan sesuatu," kata Uskup Sintang

Untuk itu, lanjutnya kita diajak berefleksi agar mampu menemukan diri yang sesungguhnya dan kemudian membangun relasi selaras baik dengan Sang Pencipta, sesama, dan dengan lingkungan hidup itu.

Terkait dengan Pemilu Serentak 2019, Uskup mengajak umat Katolik di Keuskupan Sintang untuk dapat memilih dan mengenal para calon yang memang memiliki ketulusan untuk membangun kesejahteraan masyarakat, bangsa dan negara.


Berikut Surat Gembala Masa Prapaskah :

SURAT GEMBALA MASA PRAPASKA 2019

Umat beriman Keuskupan Sintang yang saya cintai dalam Tuhan kita Yesus Kristus.

Kembali kita memasuki masa Prapaskah. Bagi kita umat beriman masa khusus ini adalah kesempatan untuk kembali berbenah diri agar perayaan besar Paska yang menyongsongnya lebih bermakna. Pembenahan diri kembali itu kita jalani dengan berpuasa dan berpantang sukarela.

Pantang dan Puasa dalam konteks pembenahan diri ini memiliki kaitan erat dengan doa, tobat, dan kasih: kita ingin agar hubungan dengan Allah, sesama dan alam sekitar, dirajut kembali kalau sempat putus, atau diperbaiki sekiranya sebelumnya kurang baik, dan bahkan disempurnakan manakala sudah baik. Hal ini mengandaikan adanya suatu kesediaan untuk berkurban dan mempersembahkan sesuatu. Untuk itu kita diajak berefleksi agar mampu menemukan diri yang sesungguhnya dan kemudian membangun relasi selaras baik dengan Sang Pencipta, sesama, dan dengan lingkungan hidup itu.

Karena itu pula, Puasa dan pantang dalam konteks tersebut menjadi upaya mewujud-nyatakan kesejahteraan bersama (sebagaimana selalu terungkapkan dari Aksi Puasa Pembangunan). Sebab peribadataan suci puasa dan pantang, sebagai ungkapan sembah bakti kepada Allah, tidak bisa dipisahkan dari kasih terhadap sesama dan kepedulian akan alam ciptaan Allah itu. Melalui nabi Yesaya (58,6-7) Tuhan menegaskan: “Berpuasa yang Ku-kehendaki ialah, supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tidak mempunyai rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!”

Sejalan dengan itu Tuhan Yesus sendiri bersabda bahwa puasa dan pantang yang benar bukan untuk bermegah-megah atau dipertontonkan: “Apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu supaya jangan dilihat orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapa-mu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapa-mu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat 6, 16-18).

Masa Prapaska kita kali ini sekaligus menjadi saat-saat persiapan untuk memasuki pesta demokrasi. Kita akan memilih secara bebas dan menurut pertimbangan hati nurani yng bersih anggota DPR, dalam pelbagai jenjangnya, DPD, dan pimpinan tertinggi Negeri ini. Setiap pemilihan wakil rakyat atau pimpinan pemerintahan, muaranya seharusnya adalah kesejahteraan bersama, bukan kepentingan pribadi atau kelompok belaka. Maka konsekwensinya ialah kita perlu memikirkan secara serius dan mengenal dengan baik setiap calon, supaya akhirnya dengan hati nurani bersih memilih orang yang tepat, yang kita yakini akan berjuang dengan tulus mewujudkan Negara Indonesia yang sejahtera, yang berdaulat dan bersatu, aman dan rukun.

Dalam kaitannya dengan cita-cita membangun kesejahteraan bersama itu, harapan kita ialah bahwa orang katolik tetap berpegang teguh pada prinsip dasar iman dan moralitasnya. Karena itulah kita diminta memilih orang-orang yang memiliki inspirasi imani dan moralitas yang sama atau setidak-tidaknya serupa (tidak berlawanan). Orang-orang tersebut bisa saja beragama katolik, namun bisa juga tidak!

Hanya apabila, setelah melalui pertimbangan amat bijaksana dan menurut penilaian objektif serta berdasarkan suara hati yang bersih, kita sampai kepada kesimpulan bahwa tidak ada seorangpun yang layak untuk dipilih, kita terpaksa abstain, karena kita tidak harus memilih orang yang tidak pada tempatnya! Akan tetapi, sedapat-dapatnya pergunakanlah hak kita masing-masing dengan sebebas-bebasnya (tidak terpaksa atau dipaksakan oleh siapa atau apapun) dan sebersih-bersihnya (bukan karena telah menerima imbalan), untuk menjatuhkan pilihan kepada calon yang paling baik!

Karena itulah Gereja katolik melarang dan tidak mentolerir setiap kecurangan politis: politik uang, intimidasi, dan janji-janji kosong yang dapat mengelabui. Setiap tindakan politis seperti ini, entah dari pihak yang akan dipilih maupun yang akan memilih, yang merupakan tindakan yang berlawanan dengan kejujuran dan kebenaran, karena itu tidak sesuai dengan prinsip iman dan moral katolik, serta bertentangan pula dengan hati nurani, adalah dosa dalam dirinya! Karena tindakan seperti itu akan berdampak negatif terhadap upaya membangun kesejahteraan bersama! (bdk. Ungkapan Nabi Yesaya di atas).

Dalam kerangka membangun kesejhateraan bersama itu pulalah, puasa dan pantang yang benar bagi kita menjadi perjuangan maksimal mengembangkan kebaikan, belajar menahan diri dalam pelbagai hal, dan sekaligus menjadi pengurbanan untuk tidak bersekongkol dengan kejahatan.
Lebih lanjut lagi, dengan cara demikian kita sekaligus ambil bagian dalam karya penyelamatan masyarakat (dunia), sebab sebagai tanda tobat, penyangkalan diri, ungkapan kesatuan dengan derita dan kurban Kristus di salib, kita mengerjakan (bersama Kristus) silih atas dosa dan mengupayakan keselamatan atau kesejahteraan komplit manusia (juga bersama dengan Kristus).

Maka, karena itu, menurut ketentuan Hukum Kanonik, semua orang beriman wajib dengan cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi (Kan 1249). Sementara itu hari dan waktu tobat ini ialah setiap Jumat dan masa Prapaska (Kan 1250), sedangkan untuk pantang makan daging atau lain-lainnya, bisa dilakukakan pada setiap Jumat, khususnya selama masa Prapaska, kecuali yang bertepatan dengan hari Raya; pantang wajib dilakukakan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung untuk mengenang sengsara dan wafat Tuhan (Kan 1251).

Marilah kita mengupayakan sedapat-dapatnya agar terwujudlah puasa dan pantang yang sesungguhnya demi kebaikan kita bersama. Kiranya kita perlu berbuat sesuatu yang nyata demi suatu tujuan yang mulia. “Kamu mungkin tidak akan pernah tahu apa hasil dari tindakanmu, namun ketika kamu tidak bertindak apapun, maka tidak akan ada hasil yang terjadi” (Mahatma Gandi).

Selamat menjalani masa Prapaska dalam berkat Tuhan.

Mgr. Samuel Oton Sidin, OFM Cap.
Uskup Keuskupan Sintang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar