Peziarah Indonesia mengunjungi Gereja Kana di Galilea, Israel, tahun 2015 |
JAKARTA - Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menyerukan kepada Israel untuk meninjau kembali larangan terhadap wisatawan Indonesia, karena itu akan membahayakan ribuan peziarah yang mengunjungi Tanah Suci.
Larangan itu tampaknya sebagai tanggapan terhadap Indonesia yang menolak visa bagi warga Israel setelah berminggu-minggu kekerasan mematikan di perbatasan Gaza-Israel yang menyebabkan orang Indonesia memprotes apa yang mereka katakan adalah perlakuan kejam Israel terhadap Palestina.
Tahun lalu 905 kelompok dari Indonesia yang terdiri dari 30.099 peziarah mengunjungi Tanah Suci, menurut data dari Kantor Peziarah Fransiskan. Amerika Serikat dan Italia mengirim lebih banyak peziarah.
“Larangan itu mengecewakan bagi orang Kristen yang telah menyimpan uang dalam waktu lama untuk memenuhi harapan mereka mengunjungi Tanah Suci sebagai bagian dari perjalanan iman mereka,” kata Pastor Paulus Christian Siswantoko, sekretaris eksekutif Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia.
“Israel harus memberikan peringatan sebelum mengambil kebijakan itu. Pemerintah Israel perlu memperbarui kebijakan dan pemerintah Indonesia juga perlu menuntut Israel membatalkannya.”
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik tetapi peziarah telah memasuki Israel dengan visa khusus untuk ziarah rohani.
Larangan Israel terhadap wisatawan Indonesia akan berlaku efektif 9 Juni.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menegaskan pada 1 Juni bahwa pihak imigrasi menolak visa untuk 53 warga Israel baru-baru ini.
Dia menolak untuk mengungkapkan alasan, hanya mengatakan masalah itu sensitif. “Namun, itu adalah hak prerogatif kami sebagai negara untuk menerima atau menolak visa warga negara lain,” tambahnya.
Eko Put Widiarso, kepala Humas Christour Travel, mengatakan ia sangat kecewa dengan keputusan Israel dan berharap akan ada kebijakan baru dalam beberapa hari ke depan.
Perusahaan memberangkatkan dua kelompok ke Tanah Suci setiap bulan, dengan satu kelompok 100 orang akan berangkat pada 9 Juni.
“Permohonan visa telah diajukan sejak Mei tetapi kami belum menerima penjelasan seperti biasa,” kata Widiarso.
Dia mengatakan kelompok itu masih akan berangkat pada 9 Juni tetapi hanya akan mengunjungi Mesir dan Yordania.
“Meskipun kunjungan ini tidak dapat menggantikan kerinduan para peziarah untuk pergi ke Yerusalem, Betlehem dan Nazareth di wilayah Israel, kami akan tetap mencoba melayani mereka,” katanya.
Pastor Albertus Erens Novendo Gesu, seorang imam kelahiran Indonesia yang belajar di Yerusalem dan sering membantu peziarah, mengatakan kepada ucanews.com bahwa kebijakan Israel tidak hanya akan membahayakan para peziarah Indonesia.
“Agen tur lokal, pemandu dan pengemudi yang khusus melayani para peziarah Indonesia juga akan sangat merasakan pengaruhnya,” katanya.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Larangan itu tampaknya sebagai tanggapan terhadap Indonesia yang menolak visa bagi warga Israel setelah berminggu-minggu kekerasan mematikan di perbatasan Gaza-Israel yang menyebabkan orang Indonesia memprotes apa yang mereka katakan adalah perlakuan kejam Israel terhadap Palestina.
Tahun lalu 905 kelompok dari Indonesia yang terdiri dari 30.099 peziarah mengunjungi Tanah Suci, menurut data dari Kantor Peziarah Fransiskan. Amerika Serikat dan Italia mengirim lebih banyak peziarah.
“Larangan itu mengecewakan bagi orang Kristen yang telah menyimpan uang dalam waktu lama untuk memenuhi harapan mereka mengunjungi Tanah Suci sebagai bagian dari perjalanan iman mereka,” kata Pastor Paulus Christian Siswantoko, sekretaris eksekutif Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia.
“Israel harus memberikan peringatan sebelum mengambil kebijakan itu. Pemerintah Israel perlu memperbarui kebijakan dan pemerintah Indonesia juga perlu menuntut Israel membatalkannya.”
Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik tetapi peziarah telah memasuki Israel dengan visa khusus untuk ziarah rohani.
Larangan Israel terhadap wisatawan Indonesia akan berlaku efektif 9 Juni.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Yasonna Laoly menegaskan pada 1 Juni bahwa pihak imigrasi menolak visa untuk 53 warga Israel baru-baru ini.
Dia menolak untuk mengungkapkan alasan, hanya mengatakan masalah itu sensitif. “Namun, itu adalah hak prerogatif kami sebagai negara untuk menerima atau menolak visa warga negara lain,” tambahnya.
Eko Put Widiarso, kepala Humas Christour Travel, mengatakan ia sangat kecewa dengan keputusan Israel dan berharap akan ada kebijakan baru dalam beberapa hari ke depan.
Perusahaan memberangkatkan dua kelompok ke Tanah Suci setiap bulan, dengan satu kelompok 100 orang akan berangkat pada 9 Juni.
“Permohonan visa telah diajukan sejak Mei tetapi kami belum menerima penjelasan seperti biasa,” kata Widiarso.
Dia mengatakan kelompok itu masih akan berangkat pada 9 Juni tetapi hanya akan mengunjungi Mesir dan Yordania.
“Meskipun kunjungan ini tidak dapat menggantikan kerinduan para peziarah untuk pergi ke Yerusalem, Betlehem dan Nazareth di wilayah Israel, kami akan tetap mencoba melayani mereka,” katanya.
Pastor Albertus Erens Novendo Gesu, seorang imam kelahiran Indonesia yang belajar di Yerusalem dan sering membantu peziarah, mengatakan kepada ucanews.com bahwa kebijakan Israel tidak hanya akan membahayakan para peziarah Indonesia.
“Agen tur lokal, pemandu dan pengemudi yang khusus melayani para peziarah Indonesia juga akan sangat merasakan pengaruhnya,” katanya.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar