Din Syamsuddin Tekankan Perlunya Menciptakan Teologi Bersama - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Minggu, 31 Maret 2019

Din Syamsuddin Tekankan Perlunya Menciptakan Teologi Bersama


wartakatolik - JAKARTA : Din Syamsuddin baru-baru ini menekankan perlunya menciptakan teologi bersama untuk merawat kemajemukan dan mempromosikan kerukunan dan toleransi.

Langkah ini perlu dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah serius yang dihadapi umat manusia, kata ketua World Conference on Religions for Peace (WCRP) dan ketua Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) itu.

Din menyampaikan hal itu kepada sekitar 150 tokoh agama dalam pertemuan sehari di Moskow, Rusia, pada 25 Maret.

Menurut Din – yang juga ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), agama-agama memiliki titik singgung tentang kemajemukan, koeksistensi, toleransi dan kerukunan meskipun memiliki perbedaan pada Kredo terkait dengan konsepsi tentang Tuhan. Titik singgung ini hanya dapat dilihat jika keberagamaan sejati diletakkan pada kemanusiaan.

“Beragama sejatinya untuk manusia dan kemanusiaan,” katanya.

Ia menegaskan bahwa Islam sangat menekankan aspek humanis keberagamaan yang dapat dipahami dari pernyataan Alquran bahwa “misi kerasulan Muhammad SAW adalah menyebar rahmat bagi seluruh umat manusia, bahkan alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).”

“Maka sudah saatnya dikembangkan Teologi Kerukunan bahkan antar-agama yang berbasis pada humanisme religius ini,” lanjutnya, seraya meyakini bahwa jika teologi semacam itu dikembangkan maka sebagian masalah peradaban manusia dan kemanusiaan dapat diatasi.

Berbicara kepada ucanews.com pada 27 Maret, Din mengatakan kerusakan global yang bersifat akumulatif yang memunculkan berbagai masalah kemanusiaan seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, ketidakadilan dan kekerasan serta kerusakan lingkungan hidup menuntut agama-agama untuk tampil memberi jawaban. 

“Agama-agama tampil sebagai problem solver. Untuk itu perlu ada yang disebut shared theology – teologi bersama atau teologi berbagi – untuk memberikan jawaban terhadap masalah kemanusiaan tadi itu sebagai pedoman bagi umat masing-masing atau pun umat beragama secara bersama-sama dalam mengatasi masalah itu,” katanya.

Pancasila, lanjutnya, hendaknya menjadi common platform. “Ini yang harus terus diciptakan, yang sudah ada dikembangkan. Terjemahannya dalam bentuk yang baru ditingkatkan,” katanya.

Uskup Pangkalpinang Mgr Adrianus Sunarko OFM, ketua Komisi Teologi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), menyambut baik ide itu. Ia mengatakan kebaikan bersama harus diupayakan oleh setiap agama.

“Dalam arti masing-masing agama pada prinsipnya mengupayakan kebaikan bersama berkaitan dengan kemanusiaan. Saya kira itu yang mau dikembangkan. Masing-masing teologi agama berbeda, tetapi ada titik singgung. Teologi Islam, Katolik dan agama lainnya diharapkan bisa memberi pendasaran berdasarkan sumber-sumber imannya sendiri, pendasaran bagi penghargaan nilai-nilai kemanusiaan, hak asasi manusia sehingga dapat mendukung hidup bersama dengan damai. Saya kira itu maksudnya,” katanya. 

“Sebenarnya sudah dilihat oleh para pendiri bangsa. Ada Pancasila. Jadi ke-Tuhan-an itu dilihat juga dalam kerangka kemanusiaan. Hanya memang perlu terus dikembangkan apalagi dengan situasi saat ini,” lanjutnya.

Sementara itu, Pendeta Henriette Tabita Lebang, ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), meyakini bahwa ide itu muncul dari situasi masyarakat Indonesia yang majemuk. 

“Ini menghidupi jiwa Bhinneka Tunggal Ika. Saya kira diangkat dari sana, bahwa perbedaan bukan hambatan bagi kita untuk menyatukan bangsa,” katanya.

“Pemikiran ini bisa jadi sumbangan bagi terciptanya peradaban dunia di mana semua orang dari latar belakang yang berbeda dihargai. Peradaban manusia yang sejati. Peradaban kemanusiaan,” lanjutnya. (phs/indonesia.ucanews.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar