MARAWI - Umat Katolik di Kota Marawi di Filipina bagian selatan turut bersama komunitas Muslim menyambut Bulan Suci Ramadan pekan ini.
Sekitar 1.000 umat Katolik dan Islam berpartisipasi dalam perayaan “Duyog Ramadan” yang dipimpin oleh prelatur di Distrik Datu Saber pada Minggu (13/5).
Perayaan tahunan yang telah dimulai sejak 1979 itu bertujuan untuk mendorong keluarga Kristiani agar “mendampingi” tetangga-tetangga Muslim mereka dalam menjalankan ibadah puasa, doa dan pelayanan kepada orang miskin.
“Puasa dan doa adalah persamaan besar bagi umat Kristiani dan Islam,” kata Pastor Gary Alvarado CSsR, ketua kelompok Duyog Marawi.
Ia mengatakan perayaan itu bukan suatu konsep baru, “tetapi ini akan meneguhkan ikatan.”
Duyog Marawi merupakan proyek rehabilitasi dari prelatur itu serta Kongregasi Sang Penebus Mahakudus di kota yang mengalami peperangan tersebut.
“Setelah penghancuran kota, umat Katolik perlu memperlihatkan lebih banyak solidaritas kepada Saudara-Saudari Muslim kita,” kata Pastor Alvarado.
Uskup Marawi Mgr Edwin dela Pena mengatakan “Duyog Ramadan” atau Satu dalam Ramadan merupakan “sebuah apresiasi terhadap kenangan lama” terkait interaksi umat Islam dan Kristiani di kota itu.
Program itu mendorong keluarga Kristiani “agar mengorbankan satu jenis makanan” dalam satu hari selama Ramadan dan menyumbangkan biaya yang dibutuhkan untuk mengorbankan makanan itu untuk rehabilitasi komunitas Marawi.
Prelatus itu mengatakan prelatur akan memanfaatkan Ramadan untuk mengadakan berbagai kegiatan guna membangun perdamaian khususnya di kalangan orang muda Muslim dan Kristen di Mindanao.
Konflik yang berlangsung selama lima bulan antara teroris bersenjata dan pasukan keamanan pemerintah mengakibatkan kerusakan kota dan memaksa sedikitnya 400.000 penduduk Muslim dan Kristen mengungsi.
Reynaldo Barnido, sekretaris eksekutif Duyog Marawi, mengatakan kegiatan Ramadan tidak hanya akan menjadi gestur simbolis bagi umat Katolik tetapi “sebuah janji untuk menemani umat Islam dalam masa-masa paling sulit.”
“Ramadan tahun ini merupakan perayaan kemenangan melawan individu-individu dan kelompok-kelompok yang ingin merusak persatuan antara umat Kristiani dan Islam,” kata Barnido.
Sultan Abdul Hamidullah Atar dari Marawi nengatakan puasa selama Ramadan bukan hanya menghindari makanan tetapi “transformasi batin setiap orang.”
“Biar Ramadan menjadi tuntunan kita menuju rekonsiliasi dan perdamaian,” kata tokoh Muslim itu.
“Pelajaran terpenting dalam puasa dan doa adalah bagaimana kita belajar untuk membuka diri kita kepada orang lain melalui karya amal dan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan,” lanjutnya.
Samira Gutoc Tomawis, seorang tokoh masyarakat, mengatakan Duyog Ramadan “menegaskan kembali kesatuan dari dua hal yang berbeda tetapi bukan memisahkan umat manusia.”
Ia menambahkan bahwa Ramadan mengajarkan “kita untuk menjadi seperti anak-anak … bebas dari kebencian dan bias.”
Pastor Edwin Garigues, sekretaris eksekutif Komisi Aksi Sosial Konferensi Waligereja Filipina, mengatakan program Duyog Ramadan hendaknya diadopsi di seluruh negara itu.
“Kami mendorong keuskupan-keuskupan lain untuk mendampingi umat Islam selama Bulan Suci ini untuk menekankan kesatuan dan persatuan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa program itu menyampaikan sebuah pesan pengharapan dan solidaritas dalam upaya berkelanjutan untuk merehabilitasi Marawi.
Sampai saat inni, sekitar 27.000 keluarga dari berbagai wilayah yang paling terdampak oleh konflik itu masih tinggal di pusat evakuasi dan rumah transit di sekitar Kota Marawi.
Caritas Filipina mengalokasikan sekitar 92.000 dolar AS untuk rehabilitasi komunitas Muslim dan Kristen dan mendorong masyarakat agar terus mengirim donasi.
“Jalan kita masih panjang. Kita tidak sekedar membangun kembali bangunan yang rusak, tetapi kehidupan masyarakat yang menjadi korban perang,” kata Pastor Gariguez.
Sumber : indonesia.ucanews.com
Sekitar 1.000 umat Katolik dan Islam berpartisipasi dalam perayaan “Duyog Ramadan” yang dipimpin oleh prelatur di Distrik Datu Saber pada Minggu (13/5).
Perayaan tahunan yang telah dimulai sejak 1979 itu bertujuan untuk mendorong keluarga Kristiani agar “mendampingi” tetangga-tetangga Muslim mereka dalam menjalankan ibadah puasa, doa dan pelayanan kepada orang miskin.
“Puasa dan doa adalah persamaan besar bagi umat Kristiani dan Islam,” kata Pastor Gary Alvarado CSsR, ketua kelompok Duyog Marawi.
Ia mengatakan perayaan itu bukan suatu konsep baru, “tetapi ini akan meneguhkan ikatan.”
Duyog Marawi merupakan proyek rehabilitasi dari prelatur itu serta Kongregasi Sang Penebus Mahakudus di kota yang mengalami peperangan tersebut.
“Setelah penghancuran kota, umat Katolik perlu memperlihatkan lebih banyak solidaritas kepada Saudara-Saudari Muslim kita,” kata Pastor Alvarado.
Uskup Marawi Mgr Edwin dela Pena mengatakan “Duyog Ramadan” atau Satu dalam Ramadan merupakan “sebuah apresiasi terhadap kenangan lama” terkait interaksi umat Islam dan Kristiani di kota itu.
Program itu mendorong keluarga Kristiani “agar mengorbankan satu jenis makanan” dalam satu hari selama Ramadan dan menyumbangkan biaya yang dibutuhkan untuk mengorbankan makanan itu untuk rehabilitasi komunitas Marawi.
Prelatus itu mengatakan prelatur akan memanfaatkan Ramadan untuk mengadakan berbagai kegiatan guna membangun perdamaian khususnya di kalangan orang muda Muslim dan Kristen di Mindanao.
Konflik yang berlangsung selama lima bulan antara teroris bersenjata dan pasukan keamanan pemerintah mengakibatkan kerusakan kota dan memaksa sedikitnya 400.000 penduduk Muslim dan Kristen mengungsi.
Reynaldo Barnido, sekretaris eksekutif Duyog Marawi, mengatakan kegiatan Ramadan tidak hanya akan menjadi gestur simbolis bagi umat Katolik tetapi “sebuah janji untuk menemani umat Islam dalam masa-masa paling sulit.”
“Ramadan tahun ini merupakan perayaan kemenangan melawan individu-individu dan kelompok-kelompok yang ingin merusak persatuan antara umat Kristiani dan Islam,” kata Barnido.
Sultan Abdul Hamidullah Atar dari Marawi nengatakan puasa selama Ramadan bukan hanya menghindari makanan tetapi “transformasi batin setiap orang.”
“Biar Ramadan menjadi tuntunan kita menuju rekonsiliasi dan perdamaian,” kata tokoh Muslim itu.
“Pelajaran terpenting dalam puasa dan doa adalah bagaimana kita belajar untuk membuka diri kita kepada orang lain melalui karya amal dan pelayanan kepada mereka yang membutuhkan,” lanjutnya.
Samira Gutoc Tomawis, seorang tokoh masyarakat, mengatakan Duyog Ramadan “menegaskan kembali kesatuan dari dua hal yang berbeda tetapi bukan memisahkan umat manusia.”
Ia menambahkan bahwa Ramadan mengajarkan “kita untuk menjadi seperti anak-anak … bebas dari kebencian dan bias.”
Pastor Edwin Garigues, sekretaris eksekutif Komisi Aksi Sosial Konferensi Waligereja Filipina, mengatakan program Duyog Ramadan hendaknya diadopsi di seluruh negara itu.
“Kami mendorong keuskupan-keuskupan lain untuk mendampingi umat Islam selama Bulan Suci ini untuk menekankan kesatuan dan persatuan,” katanya.
Ia menambahkan bahwa program itu menyampaikan sebuah pesan pengharapan dan solidaritas dalam upaya berkelanjutan untuk merehabilitasi Marawi.
Sampai saat inni, sekitar 27.000 keluarga dari berbagai wilayah yang paling terdampak oleh konflik itu masih tinggal di pusat evakuasi dan rumah transit di sekitar Kota Marawi.
Caritas Filipina mengalokasikan sekitar 92.000 dolar AS untuk rehabilitasi komunitas Muslim dan Kristen dan mendorong masyarakat agar terus mengirim donasi.
“Jalan kita masih panjang. Kita tidak sekedar membangun kembali bangunan yang rusak, tetapi kehidupan masyarakat yang menjadi korban perang,” kata Pastor Gariguez.
Sumber : indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar