Perkuat Peran Tomas Dan Toga Tangkal Radikalisme - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Rabu, 23 Mei 2018

Perkuat Peran Tomas Dan Toga Tangkal Radikalisme

By : Petrus Heri Sutopo
(Anggota FKUB Kabupaten Sintang utusan KWI, Anggota Dewan Pastoral Paroki Kristus Raja Katedral Sintang, Wakil Ketua DPC Partai Perindo dan Calon Legislatif DPRD Sintang Pemilu 2019)


Indonesia. Ya...Indonesia. Sebuah negara yang terdiri dari 5 pulau terbesar, yang dipisahkan oleh laut, yang diapit dua Samudera dan Benua. Sebuah negara dengan etnis dan suku terbesar di dunia dengan berbagai bahasa dan adat budaya yang berbeda.

Menurut Sensus BPS 2010, terdapat lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa dengan populasi terbesar adalah suku Jawa yang mencapai 40% dan Suku Sunda 15%.

Begitu pula dengan agama yang dianut. Menurut hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96% Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha, 0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak terjawab atau tidak ditanyakan.

Jumlah-jumlah tersebut, semuanya dipersatukan dan dibungkus dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang di Proklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dengan dasar negara Pancasila. Segala perbedaan yang ada di NKRI ini di rekatkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu.

Namun perjalanan panjang negeri ini, selalu diuji. Kemerdekaan dan berdirinya negara ini oleh para founding father tidak serta merta mengikis riak-riak yang ada. Bahkan seperti api dalam sekam yang tidak diketahui kapan akan berkobarnya. Berbagai pemberontakan mewarnai perjalanan panjang negeri ini, mulai pemberontakan terhadap kekuasaan hingga yang berlabel keagamaan. Semuanya dapat diatasi, namun riaknya memang tetap ada.

Pemberontakan besar yang berlabel agama yang pernah terjadi di Indonesia adalah pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat dan pemberontakan DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Namun seperti kata pepatah, "Tak Seperti Nyawa Manusia, Ideologi Tak Pernah Bisa Dibunuh". Bibit tersebut tumbuh subur saat ini dimasyarakat, apalagi sejak masa reformasi.

Reformasi dan Lahirnya Ormas-ormas Radikal
 

Pasca reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena radikalisme di kalangan umat Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai sumbu, seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.

Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme Islam telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi, gerakangerakan radikal ini kadang berbeda pandangan serta tujuan, sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya “negara Islam Indonesia”, disamping itu pula da yang memperjuangkan berdirinya “khilafah Islamiyah”.

Pola organisasinya juga beragam, mulai dari gerakan moral ideology seperti Majelis Mujahidin Indonesai (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia serta yang mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela Islam, dan Front Pemuda Islam Surakarta. Meskipun demikian, ada perbedaan dikalangan mereka, ada yang kecenderungan umum dari masyarakat untuk mengaitkan gerakan-gerakan ini dengan gerakan radikalisme Islam di luar negeri.

Radikalisme yang berujung pada terorisme menjadi masalah penting bagi umat Islam Indonesia dewasa ini. Dua isu itu telah menyebabkan Islam dicap sebagai agama teror dan umat Islam dianggap menyukai jalan kekerasan suci untuk menyebarkan agamanya. Sekalipun anggapan itu mudah dimentahkan, namun fakta bahwa pelaku teror di Indonesia adalah seorang Muslim garis keras sangat membebani psikologi umat Islam secara keseluruhan.

Berbagai aksi radikalisme terhadap generasi muda kembali menjadi perhatian serius oleh banyak kalangan di tanah air. Bahkan, serangkaian aksi para pelaku dan simpatisan pendukung, baik aktif maupun pasif, banyak berasal dari berbagai kalangan.

Gerakan Radikalisme di Indonesia

Radikalisme agama yang dilakukan oleh gerakan Islam garis keras dapat ditelusuri lebih jauh ke belakang. Gerakan ini telah muncul pada masa kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai akar gerakan Islam garis keras era reformasi. Gerakan dimaksud adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950- an (tepatnya 1949). Darul Islam atau NII mulanya di Jawa Barat, Aceh dan Makassar. Gerakan ini disatukan oleh visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan DI ini berhenti setelah semua pimpinannya atau terbunuh pada awal 1960- an. Sungguhpun demikian, bukan berarti gerakan semacam ini lenyap dari Indonesia. Pada awal tahun 1970-an dan 1980-an gerakan Islam garis keras muncul kembali, seperti Komando Jihad, Ali Imron, kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung untuk mendirikan negara Islam, dan semacamnya.

Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan-gerakan Islam garis keras tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik lokal: dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya. Namun setelah terbentuknya gerakan tersebut, agama meskipun pada awalnya bukan sebagai pemicunya, kemudian menjadi faktor legitimasi maupun perekat yang sangat penting bagi gerakan Islam garis keras. Sungguhpun begitu, radikalisme agama yang dilakukan oleh sekelompok muslim tidak dapat dijadikan alasan untuk menjadikan Islam sebagai biang radikalisme. Yang pasti, radikalisme berpotensi menjadi bahaya besar bagi masa depan peradaban manusia.

Gerakan radikalisme ini awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme di Indonesia. Selain itu, perlawanan mereka terhadap penerapan Pancasila sebagai asas Tunggal dalam politik. Bagi Kaum radikalis agama, sistem demokrasi pancasila itu dianggap haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir taghut (istilah bahasa arab merujuk pada “setan”), begitu pula masyarakat sipil yang bukan termasuk golongan mereka. Oleh sebab itu bersama kelompoknya, kaum ini menggaungkan formalisasi syariah sebagai solusi dalam kehidupan bernegara.

Ada 3 kelompok kekuatan yang mendukung formalisasi syariah: Salafi-Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir yang memengaruhi mahasiswa-mahasiswa dari berbagai belahan dunia yang belajar di Timur Tengah, khususnya Mesir, Saudi Arabia dan Syiria. Bedanya, kalau Salafi-Wahaby cenderung ke masalah ibadah formal yang berusaha “meluruskan” orang Islam. Ikhwan bergerak lewat gerakan usroh yang beranggotakan 7-10 orang dengan satu amir. Mereka hidup sebagaimana layaknya keluarga di mana amir bertanggungjawab terhadap kebutuhan anggota usrohnya.

Faktor Yang Mempengaruhi

Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua factor, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan” itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical sources- kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini. Seperti ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti;  Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29) menurut gerakan  radikalisme hal ini adalah sebagai pelopor bentuk tindak kekerasan dengan dalih menjalankan syari’at , bentuk memerangi kepada orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan lain sebagainya.

Tidak sebatas itu, kelompok fundamentalis dengan bentuk radikal juga sering kali menafsirkan teks-teks keislaman menurut “cita rasa” merka sendiri tanpa memperhatikan  kontekstualisasi dan aspek aspek historisitas dari teks itu, akibatnya banyak fatwa yang bertentangan  dengan hak-hak kemanusiaan yang Universal dan bertentangan dengan emansipatoris  islam sebagai agama pembebas manusia dari belenggu hegemoni. Teks-teks keislaman yang sering kali di tafsirkan secara bias itu adalah tentang perbudakan, status non muslim dan kedudukan  perempuan.

Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional”    sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut). Hal ini terjadi pada peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel terhadap palestina, kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat islam terhadap Israel, yani menginginkan agar negara Israel diisolasi agar tidak dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal  terdiri dari beberapa sebab di antaranya :

Aspek ekonomi-politik. Kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rejim di negara-negara islam gagal menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rejim-rejim  itu bukan menjadi pelayan rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan rakyat.  penjajahan Barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan “pasar baru”. industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan cara-cara berperang inilah yang sekarang mengejawantah hingga melanggengkan kehadiran fundamentalisme islam.

Karena itu, fundamentalisme dalam islam bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti kaum bibliolatery), maupun melawan industrialisasi (seperti kristen eropa). Selebihnya, ia hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan idealistik islam yang tak dijalankan oleh para rejim-rejim penguasa dan baru berkelindan dengan faktor-faktor eksternal yaitu ketidakadilan global.

Faktor budaya. Faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.

Faktor sosial politik. Pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat islam.

Peran Tokoh Masyarakat
Kemajemukan Indonesia di berbagai sendi kehidupan masyarakat termasuk agama menjadi tantangan tersendiri. Salah satunya adalah pergesekan yang seringkali terjadi di antara pemeluk agama yang berbeda. Ketika keyakinan terhadap suatu agama itu cenderung dimutlakkan, akan sangat berpotensi pada timbulnya pergesekan atau ketegangan.

Fenomena agama menarik untuk diperbincangkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia senantiasa mengkondisikan dirinya dalam hubungan mayoritas-minoritas. Hal itu terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-pengalaman konkrit yang hadir dalam realitas masyarakat Indonesia. Realitas itu nampak kembali melalui peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang kini tengah dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Meningkatnya radikalisme agama di Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja diabaikan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror. Aksi tersebut telah menyedot banyak potensi dan energi kemanusiaan serta telah merenggut hak hidup orang banyak termasuk orang yang sama sekali tidak mengerti mengenai permasalahan ini.

Fenomena ini memang bisa dipahami secara beragam, namun secara esensial, radikalisme agama umumnya memang selalu dikaitkan dengan pertentangan secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan pada saat itu. Dengan demikian, adanya pertentangan, pergesekan ataupun ketegangan, pada akhirnya menyebabkan konsep dari radikalisme selalu saja dikonotasikan dengan kekerasan fisik. Apalagi realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini sangat mendukung dan semakin memperkuat munculnya pemahaman seperti itu.

Salah satu fokus dari kegiatan pencegahan radikalisme dan terorisme’ yang diselenggarakan oleh BNPT RI adalah bagaimana ‘PERAN TOKOH MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN RADIKALISME DAN TERORISME.’ Pertama-tama pertanyaan yang harus kita jawab adalah apa kewajiban dan peran dari seorang Tokoh Masyarakat, terhadap implementasi nilai-nilai ideologi bangsa dan bela negara dengan kebutuhan masyarakat yang dilayaninya.

Ternyata di tengah tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks, tanpa batas ruang dan waktu, Arjun Appadurai, Antropolog India kontemporer dalam studi globalisasi mengidentifikasikan 5 (lima) tipe saling keterkaitan secara global antar bangsa dan negara yaitu: 1. Ethno scapes (pergerakan manusia termasuk melintasi batas negara) 2. Finance scapes (aliran uang yang melintasi sekat-sekat Negara. 3. Ideo scapes (penyebaran gagasan dan ideology politik yang mendunia ), 4. Media scapes (penyebaran lintas budaya gambar-gambar media di layer computer, koran, televisi, dan radio), 5. Technos capes (penyebaran tekhnologi ke seluruh penjuru dunia).

Dalam konteks kehidupan lintas batas tersebut, tokoh masyarakat (TOMAS) mempunyai kewajiban luhur, dalam community development sebagai :
  1. TOMAS diminta untuk bersinergi dengan komponen bangsa berperan dan berupaya untuk membantu Pemerintah dalam mencegah Radikalisme dan Terorisme.
  2. Wujud Bela Negara setiap WNI harus memiliki solidaritas untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakatnya dan bersamanya pula mencari solusinya.
  3. SEMESTA dan BERSAMA agar efektif dan efesien terlibat dalam upaya pencegahan Radikalisme dan Terorisme.

Dalam menjalankan tiga peran penting di atas, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh TOMAS, pertama adalah mengetahui apa itu sebenarnya Radikalisme dan Terorisme, kedua sumbangsih apa yang bisa diberikan oleh para Tokoh Masyarakat sebagai orang yang dipanuti dalam upaya pencegahan Radikalisme dan Terorisme dan terakhir, yaitu Peran BNPT/FKPT dalam pencegahan radikalisme dan terorisme di seluruh Indonesia.


Peran Tokoh Lintas Agama

Di Indonesia, tokoh agama memiliki posisi yang sangat penting di dalam mencegah aksi terorisme dan radikalisme. Hal ini dikarenakan tokoh agama di Indonesia, khususnya Islam, memiliki aktivitas harian mendidik umat Islam agar mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Tokoh Agama juga memiliki posisi yang disegani karena menjadi tauladan bagi masyarakat luas. Oleh sebab itu, peranan tokoh agama sangatlah penting untuk mendukung pencegahan terorisme dan radikalisme melalui kontra propaganda.

Tokoh agama dapat memberi pemahaman mengenai ajaran nilai-nilai agama yang membawa kepada kedamaian. Hal ini dikarenakan esensi agama yang sama sekali tidak pernah mengajarkan umatnya untuk saling membenci, apalagi sampai melakukan kekerasan.

Jika tokoh agama berhasil menyampaikan pesan kedamaian, maka akan besar potensi terciptanya kehidupan yang tentram dan damai di tengah-tengah masyarakat. Pesan perdamaian dan anti kekerasan dapat disampaikan oleh tokoh agama di dalam banyak forum, seperti ceramah umum, pengajian, majelis taklim, dan bahkan melalui siaran media, seperti televisi dan radio.

Lebih jauh, peran tokoh agama dalam mencegah radikalisme dan terorisme dapat dibagi menjadi tiga:

Pertama, tokoh agama memberikan penjelasan kepada umat tentang pelurusan kembali ajaran nilai-nilai Islam yang disesatkan oleh kelompok terorisme. Hal utama yang perlu dibahas adalah mengenai makna jihad yang sesungguhnya. Ada baiknya jika ditambahkan dengan pemahaman kontekstual ayat-ayat Al-Quran yang banyak disalah artikan oleh kelompok terorisme. Tujuannya adalah agar tercipta kesepakatan bersama mengenai Islam moderat.

Kedua, memberikan paham bahwa terorisme tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Utamanya adalah bahwa ajaran-ajaran mengenai Hukum Islam yang disampaikan oleh Al-Quran dan Al-Hadist tidak dibajak dan diselewengkan untuk pembenaran ajarannya. .

Terakhir, ketiga, adalah penjelasan mengenai Islam sebagai agama universal, cinta damai, dan menentang segala bentuk terorisme dan radikalisme. Tokoh agama diharapkan mampu menggalang kesepakatan bersama mengenai bahaya terorisme dan radikalisme. Untuk menyampaikan hal tersebut, perlu disampaikan tekstual yang jelas di dalam Al-Quran dan Al-Hadist mengenai penegasan isu terkait. Selain itu, penyampaian hal ini juga diharapkan disampaikan berbarengan dengan ajakan untuk mencintai lebih dalam negeri tercinta Indonesia.

Terminologi radikalisme memang dapat saja beragam, tetapi secara esensial adanya pertentangan yang tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok agama tertentu di satu pihak dengan tatanan nilai yang berlaku saat itu.

Tindakan radikalisme bukanlah kesalahan ajaran agama tertentu, melainkan pehaman yang keliru terhadap agama yang dianutnya. Agama seringkali digunakan sebagai alasan dalam setiap tindakan radikalisme.

Radikalisme muncul dari problem keagamaan yang timbul di tengah-tengah masyarakat yang majemuk peradaban dan keberagamaan. Terbunuhnya Rajiv Gandhi melalui bom bunuh diri yang diduga dari kelompok Tamil Elam menunjukkan terorisme terjadi juga di kalangan umat Hindu. Kemudian munculnya empat aliran radikal Kristen di Amerika yaitu:

1. Christian Identity,

2. Nordic Christianity,

3. Fundamentalisme Freewheeling, dan

4. Kreatorisme merupakan agama ektrimis di Amerika yang berdasarkan pada penyalahan terhadap ras lain, agama lain atau kelompok-kelompok bangsa lain.

Selain itu gerakan Tamil di Srilangka, IRA (Kelompok bersenjata Irlandia Utara), militan Yahudi sayap kanan, sekte kebatinan di Jepang yang tidak jarang menggunakan jalan kekerasan sebagai solusi penyelesaian masalah yang juga merupakan gerakan radikalisme agama.

Dr. H. Afif Muhamad, MA mengatakan: penyebab munculnya radikalisme atas nama agama, antara lain. (1). Pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya. (2). Ketidak adilan sosial. (3). Kemiskinan. (4). Dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan (5). Kesenjangan sosial atau iri hati atas keberhasilan orang lain.

Upaya menangkal dan memerangi radikalisme dan terorisme harus terus menerus dilakukan. Dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan hukum, sosial, dan budaya bangsa karena bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.

Oleh karena itu, strategi memerangi terorisme akan berbeda antar negara. Pendekatan lunak adalah upaya deradikalisasi yang dilakukan BNPT secara lintas sektoral terhadap akar kejahatan terorisme. Caranya dengan masuk ke dalam kehidupan masyarakat lewat deteksi dini, upaya pencegahan, serta pembinaan terhadap eks pelaku teror dan pendukungnya.

Prioritas dalam pendekatan ini adalah para keluarga serta komunitas para teroris yang sudah ditindak. Tidak semua kekerasan dapat dipadamkan melalui tindak kekerasan. Penanggulangan terorisme membutuhkan Kebijakan yang bersifat komprehensif baik dalam tataran kebijakan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang umum dan menyeluruh.

Menutup artikel ini, saya teringat kata-kata Ir. Soekarno, Presiden pertama RI.
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

(artikel ini juga disadur dari beberapa artikel melalui google search)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar