BEIJING - Seorang pengamat yang sangat kritis terkait kesepakatan penting di antara Beijing dan Takhta Suci tentang pengangkatan uskup, Kardinal Joseph Zen Ze-kuin dari Hong Kong, percaya bahwa perjanjian penting itu akan ditandatangani paling cepat 23 Maret.
Dalam posting blog panjang yang mengkritik kebijakan itu, prelatus emeritus berusia 86 tahun itu mencatat bahwa perjanjian itu kemungkinan akan ditandatangani pada “23 atau 27 Maret”. Dan meskipun dia mengaku tidak yakin apakah kesepakatan akhir bisa dicapai, dia mengulangi janjinya baru-baru ini untuk menghormati setiap kesepakatan yang dicapai oleh Paus Fransiskus dan tidak berkomentar jika perjanjian itu sudah ditandatangani.
Kepada publik kardinal itu mengatakan melalui blok pribadinya: “Jika perjanjian ditandatangani, saya akan berdiam diri dan berdoa dan tidak lagi menyampaikan pendapat atau mengatakan apa pun karena tidak mungkin menentang keputusan Paus. Namun, sebelum perjanjian itu tercapai, menjadi seorang anggota klerus yang juga memahami Cina, saya memiliki tanggung jawab untuk memberikan saran.”
Kardinal Zen juga menulis di blognya bahwa saat dia membaca kesepakatan: “Saya menolak untuk percaya bahwa itu bisa menjadi kenyataan. Hanya jika benar penandatanganan yang tidak menguntungkan ini terjadi, yang menurut rencana pada 23 atau 27 Maret, saya akan menerima itu sebagai sebuah kekalahan dan pensiun dalam diam.”
Pastor Jeroom Heyndrickx, mantan direktur dan pendiri Yayasan Verbiest Belgia dan seorang ilmuwan Katolik Cina, baru-baru ini menulis artikel berjudul “2018, Tahun Kebenaran” untuk mengomentari perjanjian Tiongkok – Vatikan. Dan komentar Kardinal Zen muncul di tengah spekulasi yang berkembang bahwa kesepakatan “Pekan Suci” dapat ditandatangani.
Profesor Lawrence C. Reardon dari Fakultas Ilmu Politik Universitas New Hampshire mengatakan: “Sangat menarik untuk membaca laporan ucanews.com terbaru yang berasal dari CPPCC/NPC (Pertemuan Konsultatif Politik Rakyat Cina, Kongres Rakyat Nasional), terutama komentar dari para uskup yang diekskomunikasi.”
“Saya berasumsi bahwa mereka yang diwawancarai mencari dan menerima pengampunan dari Paus. Jika benar, saya kira akan ada upaya untuk mengumumkan kesepakatan selama Pekan Suci, yang dimulai pada 25 Maret,” kata Reardon.
Waktunya juga akan menyesuaikan dengan Beijing, dengan Partai Komunis yang berkuasa yang muncul belakangan saat dua pertemuan tahunan parlemen mengejek dengan kasar – NPC dan yang disebut badan penasihat, CPPCC.
Pada pertemuan NPC, pemimpin Tiongkok Xi Jinping mengamankan kursi kepresidenan yang berlaku efektif seumur hidup seandainya dia menginginkannya dan memasang sekutu-sekutunya di pos-pos kunci termasuk letnan kepala dan mantan bintang anti-korupsi Wang Qishan sebagai wakil presiden (juga dengan jangka tidak terbatas).
NPC juga patut diperhatikan karena memiliki uskup atas peran kekuasaan yang lebih tinggi dari Asosiasi Patriotik Katolik Cina yang dikuasai pemerintah yang berkuasa dalam mendukung kesepakatan uskup.
Mgr Peter Fang Jianping, uskup Tangshan, seorang anggota NPC, mengatakan dia berharap hubungan Tiongkok-Vatikan akan mendapatkan hasil yang baik tahun ini, dan dia yakin kedua pihak dapat mencapai kesepakatan tentang penunjukan uskup.
Uskup Fang, yang “tidak diangkat Vatikan” tetapi sekarang diakui oleh Vatikan, mencatat bahwa jika para uskup daratan dapat memperoleh status hukum dari Vatikan, kebijakan itu secara efektif dapat mempromosikan hubungan Tiongkok-Vatikan dan perkembangan Gereja Cina.
Uskup itu mengatakan kemajuan dan isi spesifik dari perundingan tidak begitu jelas. Namun, dia percaya bahwa Cina dan Vatikan telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai kesepakatan, dan sekarang tidak ada hambatan teoritis antara kedua pihak dalam negosiasi.
Sebagai anggota CPPCC, Uskup Leshan Mgr Paul Lei Shiyin mengatakan kepada media bahwa jika hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Vatikan didirikan, itu akan berdampak baik pada pengaruh internasional. Dia menambahkan bahwa hubungan diplomatik akan menguntungkan pelaksanaan kebijakan agama sementara memungkinkan Gereja melakukan pekerjaannya secara lebih normal di Cina daratan.
Uskup Mindong Mgr Vincent Zhan Silu yang diekskomunikasikan, saat diwawancarai oleh surat kabar pro-Beijing Hong Kong, Sing Tao Daily, pada 10 Maret, mengatakan hubungan Tiongkok-Vatikan telah membuat terobosan besar. “Tidak ada hambatan jika semua orang hanya memikirkan manfaat dari Gereja demi perdamaian,” katanya.
Masih ada yang berpendapat bahwa perjanjian itu dapat ditunda untuk ditandatangani pada Juni, seperti Pastor Anthony Chang Sang-loy dari Hong Kong, yang mendukung pembentukan hubungan diplomatik antara Vatikan dan Cina serta pandangannya tentang pembicaraan Tiongkok-Vatikan di halaman Facebook-nya.
Menurut angka yang dikeluarkan oleh Pusat Studi Roh Kudus, ada sekitar 9-10,5 juta umat Katolik di Cina tahun 2015. Pemerintah Cina merilis angka sekitar 6 juta tetapi yang lain percaya masih ada umat lain yang tak terhitung di Gereja bawah tanah, jadi perbandingan antara penganut Gereja terbuka dengan penganut Gereja bawah tanah diperkirakan antara 50-70 persen.
Menurut buku Panduan Gereja Katolik Cina yang ditulis oleh Pastor Jean Charbonnier MEP, ada lebih dari 100 keuskupan di Cina (angka resmi pemerintah adalah 97, sementara Takhta Suci mengakui 138).
Jumlah uskup di Cina lebih dari 100, beberapa dari mereka diangkat oleh pihak pemerintah Cina; beberapa diakui oleh negara dan Vatikan dan lainnya, sekitar 30 persen, hanya diakui oleh Vatikan.
Vatikan mengatakan perjanjian itu terutama akan difokuskan pada pengangkatan uskup. Ini berarti bahwa tujuh uskup yang tidak sah, yang hanya diakui oleh pemerintah, akan diakui oleh Takhta Suci dan dua uskup bawah tanah dari keuskupan Shantau dan keuskupan Mindong, seorang uskup yang berusia 86 tahun, hanya akan menjadi uskup pembantu bagi para uskup yang tidak sah.
Beberapa pengamat menyatakan bahwa ketentuan perjanjian akan mengadopsi “Model Vietnam” tahun 2010 di mana di setiap keuskupan, daftar calon uskup akan dipilih oleh Beijing dan diserahkan kepada Paus untuk disetujui.
(Sumber:http://indonesia.ucanews.com/2018/03/22/kesepakatan-pekan-suci-di-antara-roma-dan-beijing/pukul 11.12/23/3/2018)
Dalam posting blog panjang yang mengkritik kebijakan itu, prelatus emeritus berusia 86 tahun itu mencatat bahwa perjanjian itu kemungkinan akan ditandatangani pada “23 atau 27 Maret”. Dan meskipun dia mengaku tidak yakin apakah kesepakatan akhir bisa dicapai, dia mengulangi janjinya baru-baru ini untuk menghormati setiap kesepakatan yang dicapai oleh Paus Fransiskus dan tidak berkomentar jika perjanjian itu sudah ditandatangani.
Kepada publik kardinal itu mengatakan melalui blok pribadinya: “Jika perjanjian ditandatangani, saya akan berdiam diri dan berdoa dan tidak lagi menyampaikan pendapat atau mengatakan apa pun karena tidak mungkin menentang keputusan Paus. Namun, sebelum perjanjian itu tercapai, menjadi seorang anggota klerus yang juga memahami Cina, saya memiliki tanggung jawab untuk memberikan saran.”
Kardinal Zen juga menulis di blognya bahwa saat dia membaca kesepakatan: “Saya menolak untuk percaya bahwa itu bisa menjadi kenyataan. Hanya jika benar penandatanganan yang tidak menguntungkan ini terjadi, yang menurut rencana pada 23 atau 27 Maret, saya akan menerima itu sebagai sebuah kekalahan dan pensiun dalam diam.”
Pastor Jeroom Heyndrickx, mantan direktur dan pendiri Yayasan Verbiest Belgia dan seorang ilmuwan Katolik Cina, baru-baru ini menulis artikel berjudul “2018, Tahun Kebenaran” untuk mengomentari perjanjian Tiongkok – Vatikan. Dan komentar Kardinal Zen muncul di tengah spekulasi yang berkembang bahwa kesepakatan “Pekan Suci” dapat ditandatangani.
Profesor Lawrence C. Reardon dari Fakultas Ilmu Politik Universitas New Hampshire mengatakan: “Sangat menarik untuk membaca laporan ucanews.com terbaru yang berasal dari CPPCC/NPC (Pertemuan Konsultatif Politik Rakyat Cina, Kongres Rakyat Nasional), terutama komentar dari para uskup yang diekskomunikasi.”
“Saya berasumsi bahwa mereka yang diwawancarai mencari dan menerima pengampunan dari Paus. Jika benar, saya kira akan ada upaya untuk mengumumkan kesepakatan selama Pekan Suci, yang dimulai pada 25 Maret,” kata Reardon.
Waktunya juga akan menyesuaikan dengan Beijing, dengan Partai Komunis yang berkuasa yang muncul belakangan saat dua pertemuan tahunan parlemen mengejek dengan kasar – NPC dan yang disebut badan penasihat, CPPCC.
Pada pertemuan NPC, pemimpin Tiongkok Xi Jinping mengamankan kursi kepresidenan yang berlaku efektif seumur hidup seandainya dia menginginkannya dan memasang sekutu-sekutunya di pos-pos kunci termasuk letnan kepala dan mantan bintang anti-korupsi Wang Qishan sebagai wakil presiden (juga dengan jangka tidak terbatas).
NPC juga patut diperhatikan karena memiliki uskup atas peran kekuasaan yang lebih tinggi dari Asosiasi Patriotik Katolik Cina yang dikuasai pemerintah yang berkuasa dalam mendukung kesepakatan uskup.
Mgr Peter Fang Jianping, uskup Tangshan, seorang anggota NPC, mengatakan dia berharap hubungan Tiongkok-Vatikan akan mendapatkan hasil yang baik tahun ini, dan dia yakin kedua pihak dapat mencapai kesepakatan tentang penunjukan uskup.
Uskup Fang, yang “tidak diangkat Vatikan” tetapi sekarang diakui oleh Vatikan, mencatat bahwa jika para uskup daratan dapat memperoleh status hukum dari Vatikan, kebijakan itu secara efektif dapat mempromosikan hubungan Tiongkok-Vatikan dan perkembangan Gereja Cina.
Uskup itu mengatakan kemajuan dan isi spesifik dari perundingan tidak begitu jelas. Namun, dia percaya bahwa Cina dan Vatikan telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai kesepakatan, dan sekarang tidak ada hambatan teoritis antara kedua pihak dalam negosiasi.
Sebagai anggota CPPCC, Uskup Leshan Mgr Paul Lei Shiyin mengatakan kepada media bahwa jika hubungan diplomatik antara Tiongkok dan Vatikan didirikan, itu akan berdampak baik pada pengaruh internasional. Dia menambahkan bahwa hubungan diplomatik akan menguntungkan pelaksanaan kebijakan agama sementara memungkinkan Gereja melakukan pekerjaannya secara lebih normal di Cina daratan.
Uskup Mindong Mgr Vincent Zhan Silu yang diekskomunikasikan, saat diwawancarai oleh surat kabar pro-Beijing Hong Kong, Sing Tao Daily, pada 10 Maret, mengatakan hubungan Tiongkok-Vatikan telah membuat terobosan besar. “Tidak ada hambatan jika semua orang hanya memikirkan manfaat dari Gereja demi perdamaian,” katanya.
Masih ada yang berpendapat bahwa perjanjian itu dapat ditunda untuk ditandatangani pada Juni, seperti Pastor Anthony Chang Sang-loy dari Hong Kong, yang mendukung pembentukan hubungan diplomatik antara Vatikan dan Cina serta pandangannya tentang pembicaraan Tiongkok-Vatikan di halaman Facebook-nya.
Menurut angka yang dikeluarkan oleh Pusat Studi Roh Kudus, ada sekitar 9-10,5 juta umat Katolik di Cina tahun 2015. Pemerintah Cina merilis angka sekitar 6 juta tetapi yang lain percaya masih ada umat lain yang tak terhitung di Gereja bawah tanah, jadi perbandingan antara penganut Gereja terbuka dengan penganut Gereja bawah tanah diperkirakan antara 50-70 persen.
Menurut buku Panduan Gereja Katolik Cina yang ditulis oleh Pastor Jean Charbonnier MEP, ada lebih dari 100 keuskupan di Cina (angka resmi pemerintah adalah 97, sementara Takhta Suci mengakui 138).
Jumlah uskup di Cina lebih dari 100, beberapa dari mereka diangkat oleh pihak pemerintah Cina; beberapa diakui oleh negara dan Vatikan dan lainnya, sekitar 30 persen, hanya diakui oleh Vatikan.
Vatikan mengatakan perjanjian itu terutama akan difokuskan pada pengangkatan uskup. Ini berarti bahwa tujuh uskup yang tidak sah, yang hanya diakui oleh pemerintah, akan diakui oleh Takhta Suci dan dua uskup bawah tanah dari keuskupan Shantau dan keuskupan Mindong, seorang uskup yang berusia 86 tahun, hanya akan menjadi uskup pembantu bagi para uskup yang tidak sah.
Beberapa pengamat menyatakan bahwa ketentuan perjanjian akan mengadopsi “Model Vietnam” tahun 2010 di mana di setiap keuskupan, daftar calon uskup akan dipilih oleh Beijing dan diserahkan kepada Paus untuk disetujui.
(Sumber:http://indonesia.ucanews.com/2018/03/22/kesepakatan-pekan-suci-di-antara-roma-dan-beijing/pukul 11.12/23/3/2018)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar