Masjid Dilarang Jadi Tempat Kampanye - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Rabu, 27 Maret 2019

Masjid Dilarang Jadi Tempat Kampanye



wartakatolik - JAKARTA : Perhimpunan Remaja Masjid Dewan Masjid Indonesia (PRIMA DMI) meluncurkan kampanye pelarangan penggunaan masjid untuk kegiatan kampanye menyambut pemilihan umum pada 17 April.

PRIMA DMI, yang terdaftar sebagai lembaga pemantau pemilu di bawah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meluncurkan kampanyenya menyambut penyelenggaraan kampanye terbuka yang dimulai pada 24 Maret.

Lewat program “Stop Kampanye di Masjid!”, mereka juga membuka pusat aduan warga atas temuan dugaan kegiatan kampanye politik di 729.000 masjid di seluruh negara.

“Kami siap menjaga masjid sehingga tidak dikotori oknum tak bertanggung jawab,”  kata Haris Zainuddi, sekertaris jendral PRIMA DMI.

Untuk memudahkan pelaporan masyarakat, mereka menyedian google form dan nomor telepon yang disebarkan di media sosial.

Ia menjelaskan masyarakat yang membuat pelaporan harus mencatumkan video atau foto sebagai bukti penunjang klaim mereka.

“Hasil pelaporan yang diterima  akan kami teruskan kepada Bawaslu,” katanya.

Ia mengatakan, mereka akan memantau sejumlah aktivitas di masjid seperti khotbah saat salat Jumat, ceramah pengajian dan taklim.

“Kami memantau untuk mencegah terjadinya ceramah atau khotbah yang mengandung muatan visi dan misi paslon Pilpres atau caleg,” kata dia.

Selain itu, mereka juga akan melakukan pemantauan untuk melarang terjadinya kampanye hitam, seperti menyampaikan berita bohong, fitnah, atau tuduhan tanpa dasar.

Kampanye hitam, jelasnya, juga dapat berbentuk penghinaan terhadap individu, agama, suku, ras, dan golongan.

PRIMA DMI juga fokus memonitor masjid dan musala agar terhindar dari praktik politik uang dan menertibkan atribut-atribut kampanye yang dipasang di bangunan tempat ibadah.

Ia menegaskan, langkah itu dilakukan merespon gejala penggunaan masjid untuk kepentingan politik.

“Akhir-akhir ini, masjid kerapkali didapati menjadi arena aktivitas politik,” ujar Haris,

Pada Januari lalu, di sejumlah masjid di Jawa beredar tabloid yang berisi berita hoaks di masjid-masjid.

Pada awal bulan ini, kelompok Muslim yang menggelar aksi unjuk rasa di Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan menyiapkan aksi pengerahan massa di masjid menuju tempat pemungutan suara pada 17 April.

Aksi pengerahan massa ini mirip menjelang pencoblosan pemilihan gubernur di DKI Jakarta pada 2017 yang memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Wempy Hadir, direktur eksekutif Indopolling Network mengatakan, ada kelompok yang ingin menduplikasi kesuksesan di Pilgub DKI itu.

“Pada waktu itu, kita melihat bagaimana masjid menjadi pusat konsolidasi politik, semacam terjadi instrumentaslisasi agama untuk kepentingan politik dan pada akhirnya strategi tersebut berhasil,” lajutnya.

Ia menyatakan, strategi demikian memang tidak kompatibel dengan pemilihan presiden karena tidak ada perbedaan latarbelakang sosial yang mencolok di antara kandidat.

Ia menjelaskan, “panitia pengawas pemilu pada seluruh tingkatan mesti memasang mata dan melakukan tindakan tegas bagi siapa saja yang melanggar ketentuan undang-undang pemilu yang dengan jelas melarang kampanye di rumah ibadah.”

Sementara itu, Rahmat Bagja, anggota Bawaslu menegaskan, undang-undang sudah melarang penggunaan masjid dan rumah ibadah lain.

“Kalau sosialisasi agar ikut memilih boleh, tapi kalau mengajak memilih kandidat tertentu, itu jelas pelanggaran,” katanya. (*)

Sumber:indonesia.ucanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar