Peran Serta Umat Katolik Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas (bag. II) - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Selasa, 12 Februari 2019

Peran Serta Umat Katolik Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas (bag. II)

Pancasila Sebagai Dasar Dan Pedoman Kehidupan Bernegara

Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia adalah dasar  negara  yang  mengandung  makna bahwa  nilai-nilai  yang  ada  di   dalamnya   menjadi   pedoman   bagi   penyelenggaraan   negara.  Penyelenggaraan  hidup  bernegara  tidak  boleh  menyimpang  dari  nilai-nilai   Ketuhanan,   Kemanusiaan, Persatuan,   Kerakyatan,   dan   Keadilan Sosial.

Indonesia  memiliki  pengalaman  pahit  di  mana  Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa diselewengkan oleh pemegang kekuasaan.  Runtuhnya  sistem kekuasaan    pada  masa  lalu adalah  akibat dari  perilaku  para  pemimpin  yang    menyalahgunakan  serta  menjungkirbalikkan nilai-nilai pancasila demi ambisi politik tertentu.

Meskipun  agama  Katolik  tidak  dapat  mengidentifikasikan diri  dengan  salah  satu  ideologi  atau  pola  pemerintahan  tertentu  akan  tetapi  umat  Katolik  Indonesia  bersyukur  kepada  Tuhan  Yang  Maha  Esa,  karena  negara  Indonesia  memilih  Pancasila  sebagai  filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai- nilai manusiawi yang  terungkap  dalam  kehidupan  dan  sejarah  bangsa,  dan  dapat  diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat  yang  majemuk.  Gereja  katolik  berharap  adanya  upaya  lebih  keras  lagi  untuk  mengaktualisasi  pancasila dalam  kehidupan  berbangsa dengan saling menerima dalam kekhasan masing-masing dan merawat  kemajemukan bangsa.

Pandangan Gereja Tentang Dialog Antaragama

Konsili  Vatikan II  dalam  dokumen  Nostra  Aetate  (na)  yang    berbicara    tentang  hubungan  gereja  dengan  agama-agama  bukan  kristen  menyatakan  bahwa:  “gereja  katolik  tidak  menolak  apa  pun, yang  dalam  agama-agama  itu  serba  benar  dan  suci.  Dengan  sikap  hormat  dan  tulus,  gereja  merenungkan  cara-cara  bertindak  dan  hidup,   kaidah-kaidah,   serta   ajaran-ajaran,   yang   memang   dalam   banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi  tidak  jarang  memantulkan  sinar  kebenaran  yang  menerangi  semua orang,” (na 2).

Pernyataan  ini  sebagai  bentuk  pengakuan  akan  fakta kemajemukan di dunia. gereja  hidup, berjuang, dan berziarah di tengah kemajemukan. namun,  bukan  berarti  Gereja  Katolik  merelatifkan semua  agama.  Pernyataan  ini  lebih  mengarah  pada  penghargaan  atas  perbedaan  sebagai  realitas.  meskipun  begitu, gereja  tiada  hentinya    tetap  mewartakan  kristus,  sebagai    jalan,  kebenaran,  dan  hidup  (Yoh.  14:6).  Dalam  kehidupan  beragama,  masing-masing  pemeluk  agama  tentu  tidak  dapat  menerima  perkataan  “semua  agama sama saja”, meskipun kita tidak mengikuti keyakinan agama yang lain akan tetapi kita mesti tetap menghormatinya. 

Dalam sejarahnya, hubungan antaragama juga menyimpan berbagai  macam  konflik  yang  mengakibatkan luka  batin,  seperti perang  salib  yang  berlangsung  antara  abad  11-13  masehi.  Belum  lagi,  kolonialisme  dan  sikap  dunia  Barat  yang  diidentikkan  dengan  dunia  kristen.  Dengan  melihat  sejarah  yang  kelam  tersebut  dan  mempertimbangkan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, maka dialog antaragama menjadi sangat penting.

Pertama,  dialog  kehidupan  di  mana  dialog  adalah  cara  bertindak,    sikap,    dan    semangat    yang    membimbing    perilaku    seseorang.  Di  dalamnya  terkandung  perhatian  dan  keterbukaan  untuk  menerima  orang  lain.  Dialog  kehidupan  mencakup  segala  bentuk  pergaulan  dan  hubungan  sosial  antara  penganut  agama  yang   berbeda.   Dialog   seperti   itu   dapat   terjadi   dalam   keluarga,  masyarakat,  dan  dalam  berbagai  bidang  kerja  seperti  pendidikan,  kesenian, ekonomi, politik. masing-masing pribadi menghayati hidup dan/atau   pekerjaannya   berdasarkan   keyakinan   imannya   sendiri,   dalam  kebersamaan  hidup  dan/atau  pekerjaan  tanpa  memusatkan  perhatian pada keyakinan iman yang berbeda.

Kedua,  dialog  karya.  Dialog  ini  berupa  kerja  sama  dengan  orang   yang   berkeyakinan   iman   lain  untuk   tujuan   kemanusiaan,   sosial   ekonomi,   atau   politik   yang   ditujukan   untuk   pembebasan   ata kemajuan  masyarakat.  Dialog  ini  sering  terjadi  dalam  konteks  organisasi   lokal,   nasional,   ataupun   internasional   dalam   rangka   menghadapi masalah bersama.

Ketiga, dialog   pakar. Dialog ini dilakukan pada tataran keahlian, baik memperdalam dan memperkaya  warisan religius masing-masing maupun untuk menerapkan keahlian masing-masing pada  permasalahan  yang  harus  dihadapi  umat  manusia  sepanjang  sejarah.  Dialog  seperti  ini  pada  umumnya  terjadi  di  mana  mitra sudah  mempunyai  visinya  sendiri  mengenai  dunia  dan  menganut agama yang mengilhaminya untuk bertindak.

Keempat, dialog pengalaman religius. Pada taraf yang lebih mendalam   orang-orang   yang   berakar   dalam tradisi keagamaan masing-masing dapat berbagi pengalaman mereka dalam doa, kontemplasi, iman, dan kewajiban, juga ungkapan serta jalan mencari Yang  mutlak.  Dialog corak ini dapat menjadi wadah  untuk saling  memperkaya dan bekerja sama dengan baik untuk mendukung dan memelihara nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani.

Secara lugas, dalam sejarah peradaban manusia, cara orang tidak beradab berperilaku dan berkomunikasi melalui paksaan dan  kekerasan. sebaliknya, cara orang beradab berperilaku dan berkomunikasi dengan  orang lain yang berbeda adalah dengan diskusi dan berdialog.

KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIATAHUN 2017

KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIA TAHUN 2017 MEMPERTEGAS KEMBALI BAHWA PARA PENDIRI BANGSA (FOUNDING FATHERS) DENGAN SANGAT TEPAT DAN BENAR TELAH MEWARISKAN PANCASILA KEPADA BANGSA INDoNESIA. HANYA PANCASILA YANG DAPAT MENJADI DASAR NEGARA DAN FALSAFAH KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA YANG SANGAT MULTIKULTUR, KARENA DIGALI DARI NILAI-NILAI LUHUR NUSANTARA.


Penegasan ini berangkat dari pemikiran adanya pertentangan kuat dan keras yang muncul antara pendukung Pancasila dan yang  menolak  Pancasila.  Hal  itu  tidak  hanya  memunculkan  keprihatinan  dan kekhawatiran, tetapi harus diakui juga, merupakan berkah (blessing  in  disguise) bagi bangsa, negara, dan tanah air Indonesia karena mengingatkan kembali akan perjanjian luhur bangsa Indonesia  yang harus selalu dipelihara dan dijaga. Harus diakui, kondisi bangsa saat ini mendorong para pemimpin untuk terbuka matanya dan bangun setelah tidur panjang karena dininabobokan oleh semangat Reformasi.  

Bangsa Indonesia dari Sabang  sampai Merauke digugah dan disadarkan adanya ancaman disintegrasi yang amat serius yang dihadapi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman  disintegrasi  itu  meletakkan  bangsa,  negara,  serta  Kemerdekaan  Indonesia  pada  masa  depan  yang  kabur  dan  bahkan tidak jelas. Berbagai fenomena politik yang muncul secara tidak langsung juga mempertanyakan  kembali hakikat konsensus Dasar nasional yakni  Pancasila.  NKRI,  Bhinneka Tunggal Ika,  dan  UUD RI
1945.

Butir-Butir Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia

Butir-butir yang dihasilkan dalam Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia tahun 2017 yaitu:

1. Amat perlu membangun manusia katolik yang berkarakter dan berintegritas mulai dari keluarga. agar bisa menjadi model bagi orang lain dan menjadi pimpinan di mana pun.
2. Secara  kesejarahan, umat Islam sebenarnya berbesar hati demi kesatuan dan persatuan Indonesia.  Hal itu dilakukan melalui pencabutan 7 kata dalam Piagam  Jakarta.  Karena  itu, umat katolik juga perlu menghargainya, tidak dengan cara menjadikan Pancasila sebagai mantra, namun sebagai sesuatu yang konkret.
3. Hukum memainkan peran penting dalam revitalisasi Pancasila. Konsistensi  hukum  khususnya  menyangkut pembuatan dan implementasi  hukum adalah yang diharapkan dari hukum tersebut.
4. Radikalisme harus dilawan. Dalam kaitan itu, penertiban media sosial jangan setengah-setengah.kontra narasi melalui berbagai aras harus dilakukan maksimal.
5. Diingatkan agar jangan sampai upaya merevitalisasi Pancasila membuat kita kembali seperti zamanOrde Baru. Khazanah kita tentang  Pancasila tidak kaya, hanya melalui gambaran masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
6. Partisipasi  politik  umat  Katolik Indonesia yang signifikan adalah niscaya dalam pikiran, perkataan dan, terutama, dalam perbuatan. 

Di sadur dari Serial Buku Pengawasan Partisipatif (BERSAMBUNG BAG. III)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar