Pancasila Sebagai Dasar Dan Pedoman Kehidupan Bernegara
Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia adalah dasar negara yang mengandung makna bahwa nilai-nilai yang ada di dalamnya menjadi pedoman bagi penyelenggaraan negara. Penyelenggaraan hidup bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
Indonesia memiliki pengalaman pahit di mana Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa diselewengkan oleh pemegang kekuasaan. Runtuhnya sistem kekuasaan pada masa lalu adalah akibat dari perilaku para pemimpin yang menyalahgunakan serta menjungkirbalikkan nilai-nilai pancasila demi ambisi politik tertentu.
Meskipun agama Katolik tidak dapat mengidentifikasikan diri dengan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu akan tetapi umat Katolik Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena negara Indonesia memilih Pancasila sebagai filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai- nilai manusiawi yang terungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat yang majemuk. Gereja katolik berharap adanya upaya lebih keras lagi untuk mengaktualisasi pancasila dalam kehidupan berbangsa dengan saling menerima dalam kekhasan masing-masing dan merawat kemajemukan bangsa.
Pandangan Gereja Tentang Dialog Antaragama
Konsili Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate (na) yang berbicara tentang hubungan gereja dengan agama-agama bukan kristen menyatakan bahwa: “gereja katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat dan tulus, gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah, serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang,” (na 2).
Pernyataan ini sebagai bentuk pengakuan akan fakta kemajemukan di dunia. gereja hidup, berjuang, dan berziarah di tengah kemajemukan. namun, bukan berarti Gereja Katolik merelatifkan semua agama. Pernyataan ini lebih mengarah pada penghargaan atas perbedaan sebagai realitas. meskipun begitu, gereja tiada hentinya tetap mewartakan kristus, sebagai jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh. 14:6). Dalam kehidupan beragama, masing-masing pemeluk agama tentu tidak dapat menerima perkataan “semua agama sama saja”, meskipun kita tidak mengikuti keyakinan agama yang lain akan tetapi kita mesti tetap menghormatinya.
Dalam sejarahnya, hubungan antaragama juga menyimpan berbagai macam konflik yang mengakibatkan luka batin, seperti perang salib yang berlangsung antara abad 11-13 masehi. Belum lagi, kolonialisme dan sikap dunia Barat yang diidentikkan dengan dunia kristen. Dengan melihat sejarah yang kelam tersebut dan mempertimbangkan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, maka dialog antaragama menjadi sangat penting.
Pertama, dialog kehidupan di mana dialog adalah cara bertindak, sikap, dan semangat yang membimbing perilaku seseorang. Di dalamnya terkandung perhatian dan keterbukaan untuk menerima orang lain. Dialog kehidupan mencakup segala bentuk pergaulan dan hubungan sosial antara penganut agama yang berbeda. Dialog seperti itu dapat terjadi dalam keluarga, masyarakat, dan dalam berbagai bidang kerja seperti pendidikan, kesenian, ekonomi, politik. masing-masing pribadi menghayati hidup dan/atau pekerjaannya berdasarkan keyakinan imannya sendiri, dalam kebersamaan hidup dan/atau pekerjaan tanpa memusatkan perhatian pada keyakinan iman yang berbeda.
Kedua, dialog karya. Dialog ini berupa kerja sama dengan orang yang berkeyakinan iman lain untuk tujuan kemanusiaan, sosial ekonomi, atau politik yang ditujukan untuk pembebasan ata kemajuan masyarakat. Dialog ini sering terjadi dalam konteks organisasi lokal, nasional, ataupun internasional dalam rangka menghadapi masalah bersama.
Ketiga, dialog pakar. Dialog ini dilakukan pada tataran keahlian, baik memperdalam dan memperkaya warisan religius masing-masing maupun untuk menerapkan keahlian masing-masing pada permasalahan yang harus dihadapi umat manusia sepanjang sejarah. Dialog seperti ini pada umumnya terjadi di mana mitra sudah mempunyai visinya sendiri mengenai dunia dan menganut agama yang mengilhaminya untuk bertindak.
Keempat, dialog pengalaman religius. Pada taraf yang lebih mendalam orang-orang yang berakar dalam tradisi keagamaan masing-masing dapat berbagi pengalaman mereka dalam doa, kontemplasi, iman, dan kewajiban, juga ungkapan serta jalan mencari Yang mutlak. Dialog corak ini dapat menjadi wadah untuk saling memperkaya dan bekerja sama dengan baik untuk mendukung dan memelihara nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani.
Secara lugas, dalam sejarah peradaban manusia, cara orang tidak beradab berperilaku dan berkomunikasi melalui paksaan dan kekerasan. sebaliknya, cara orang beradab berperilaku dan berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda adalah dengan diskusi dan berdialog.
KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIATAHUN 2017
KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIA TAHUN 2017 MEMPERTEGAS KEMBALI BAHWA PARA PENDIRI BANGSA (FOUNDING FATHERS) DENGAN SANGAT TEPAT DAN BENAR TELAH MEWARISKAN PANCASILA KEPADA BANGSA INDoNESIA. HANYA PANCASILA YANG DAPAT MENJADI DASAR NEGARA DAN FALSAFAH KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA YANG SANGAT MULTIKULTUR, KARENA DIGALI DARI NILAI-NILAI LUHUR NUSANTARA.
Penegasan ini berangkat dari pemikiran adanya pertentangan kuat dan keras yang muncul antara pendukung Pancasila dan yang menolak Pancasila. Hal itu tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran, tetapi harus diakui juga, merupakan berkah (blessing in disguise) bagi bangsa, negara, dan tanah air Indonesia karena mengingatkan kembali akan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dijaga. Harus diakui, kondisi bangsa saat ini mendorong para pemimpin untuk terbuka matanya dan bangun setelah tidur panjang karena dininabobokan oleh semangat Reformasi.
Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia adalah dasar negara yang mengandung makna bahwa nilai-nilai yang ada di dalamnya menjadi pedoman bagi penyelenggaraan negara. Penyelenggaraan hidup bernegara tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
Indonesia memiliki pengalaman pahit di mana Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa diselewengkan oleh pemegang kekuasaan. Runtuhnya sistem kekuasaan pada masa lalu adalah akibat dari perilaku para pemimpin yang menyalahgunakan serta menjungkirbalikkan nilai-nilai pancasila demi ambisi politik tertentu.
Meskipun agama Katolik tidak dapat mengidentifikasikan diri dengan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu akan tetapi umat Katolik Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena negara Indonesia memilih Pancasila sebagai filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai- nilai manusiawi yang terungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat yang majemuk. Gereja katolik berharap adanya upaya lebih keras lagi untuk mengaktualisasi pancasila dalam kehidupan berbangsa dengan saling menerima dalam kekhasan masing-masing dan merawat kemajemukan bangsa.
Pandangan Gereja Tentang Dialog Antaragama
Konsili Vatikan II dalam dokumen Nostra Aetate (na) yang berbicara tentang hubungan gereja dengan agama-agama bukan kristen menyatakan bahwa: “gereja katolik tidak menolak apa pun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci. Dengan sikap hormat dan tulus, gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah, serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang,” (na 2).
Pernyataan ini sebagai bentuk pengakuan akan fakta kemajemukan di dunia. gereja hidup, berjuang, dan berziarah di tengah kemajemukan. namun, bukan berarti Gereja Katolik merelatifkan semua agama. Pernyataan ini lebih mengarah pada penghargaan atas perbedaan sebagai realitas. meskipun begitu, gereja tiada hentinya tetap mewartakan kristus, sebagai jalan, kebenaran, dan hidup (Yoh. 14:6). Dalam kehidupan beragama, masing-masing pemeluk agama tentu tidak dapat menerima perkataan “semua agama sama saja”, meskipun kita tidak mengikuti keyakinan agama yang lain akan tetapi kita mesti tetap menghormatinya.
Dalam sejarahnya, hubungan antaragama juga menyimpan berbagai macam konflik yang mengakibatkan luka batin, seperti perang salib yang berlangsung antara abad 11-13 masehi. Belum lagi, kolonialisme dan sikap dunia Barat yang diidentikkan dengan dunia kristen. Dengan melihat sejarah yang kelam tersebut dan mempertimbangkan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk, maka dialog antaragama menjadi sangat penting.
Pertama, dialog kehidupan di mana dialog adalah cara bertindak, sikap, dan semangat yang membimbing perilaku seseorang. Di dalamnya terkandung perhatian dan keterbukaan untuk menerima orang lain. Dialog kehidupan mencakup segala bentuk pergaulan dan hubungan sosial antara penganut agama yang berbeda. Dialog seperti itu dapat terjadi dalam keluarga, masyarakat, dan dalam berbagai bidang kerja seperti pendidikan, kesenian, ekonomi, politik. masing-masing pribadi menghayati hidup dan/atau pekerjaannya berdasarkan keyakinan imannya sendiri, dalam kebersamaan hidup dan/atau pekerjaan tanpa memusatkan perhatian pada keyakinan iman yang berbeda.
Kedua, dialog karya. Dialog ini berupa kerja sama dengan orang yang berkeyakinan iman lain untuk tujuan kemanusiaan, sosial ekonomi, atau politik yang ditujukan untuk pembebasan ata kemajuan masyarakat. Dialog ini sering terjadi dalam konteks organisasi lokal, nasional, ataupun internasional dalam rangka menghadapi masalah bersama.
Ketiga, dialog pakar. Dialog ini dilakukan pada tataran keahlian, baik memperdalam dan memperkaya warisan religius masing-masing maupun untuk menerapkan keahlian masing-masing pada permasalahan yang harus dihadapi umat manusia sepanjang sejarah. Dialog seperti ini pada umumnya terjadi di mana mitra sudah mempunyai visinya sendiri mengenai dunia dan menganut agama yang mengilhaminya untuk bertindak.
Keempat, dialog pengalaman religius. Pada taraf yang lebih mendalam orang-orang yang berakar dalam tradisi keagamaan masing-masing dapat berbagi pengalaman mereka dalam doa, kontemplasi, iman, dan kewajiban, juga ungkapan serta jalan mencari Yang mutlak. Dialog corak ini dapat menjadi wadah untuk saling memperkaya dan bekerja sama dengan baik untuk mendukung dan memelihara nilai-nilai tertinggi dan cita-cita rohani.
Secara lugas, dalam sejarah peradaban manusia, cara orang tidak beradab berperilaku dan berkomunikasi melalui paksaan dan kekerasan. sebaliknya, cara orang beradab berperilaku dan berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda adalah dengan diskusi dan berdialog.
KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIATAHUN 2017
KONfERENSI NASIONAL UMAT KATOLIK INDONESIA TAHUN 2017 MEMPERTEGAS KEMBALI BAHWA PARA PENDIRI BANGSA (FOUNDING FATHERS) DENGAN SANGAT TEPAT DAN BENAR TELAH MEWARISKAN PANCASILA KEPADA BANGSA INDoNESIA. HANYA PANCASILA YANG DAPAT MENJADI DASAR NEGARA DAN FALSAFAH KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA YANG SANGAT MULTIKULTUR, KARENA DIGALI DARI NILAI-NILAI LUHUR NUSANTARA.
Penegasan ini berangkat dari pemikiran adanya pertentangan kuat dan keras yang muncul antara pendukung Pancasila dan yang menolak Pancasila. Hal itu tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran, tetapi harus diakui juga, merupakan berkah (blessing in disguise) bagi bangsa, negara, dan tanah air Indonesia karena mengingatkan kembali akan perjanjian luhur bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dijaga. Harus diakui, kondisi bangsa saat ini mendorong para pemimpin untuk terbuka matanya dan bangun setelah tidur panjang karena dininabobokan oleh semangat Reformasi.
Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke digugah dan disadarkan adanya ancaman disintegrasi yang amat serius yang dihadapi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ancaman disintegrasi itu meletakkan bangsa, negara, serta Kemerdekaan Indonesia pada masa depan yang kabur dan bahkan tidak jelas. Berbagai fenomena politik yang muncul secara tidak langsung juga mempertanyakan kembali hakikat konsensus Dasar nasional yakni Pancasila. NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD RI
1945.
Butir-Butir Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia
Butir-butir yang dihasilkan dalam Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia tahun 2017 yaitu:
1. Amat perlu membangun manusia katolik yang berkarakter dan berintegritas mulai dari keluarga. agar bisa menjadi model bagi orang lain dan menjadi pimpinan di mana pun.
2. Secara kesejarahan, umat Islam sebenarnya berbesar hati demi kesatuan dan persatuan Indonesia. Hal itu dilakukan melalui pencabutan 7 kata dalam Piagam Jakarta. Karena itu, umat katolik juga perlu menghargainya, tidak dengan cara menjadikan Pancasila sebagai mantra, namun sebagai sesuatu yang konkret.
3. Hukum memainkan peran penting dalam revitalisasi Pancasila. Konsistensi hukum khususnya menyangkut pembuatan dan implementasi hukum adalah yang diharapkan dari hukum tersebut.
4. Radikalisme harus dilawan. Dalam kaitan itu, penertiban media sosial jangan setengah-setengah.kontra narasi melalui berbagai aras harus dilakukan maksimal.
5. Diingatkan agar jangan sampai upaya merevitalisasi Pancasila membuat kita kembali seperti zamanOrde Baru. Khazanah kita tentang Pancasila tidak kaya, hanya melalui gambaran masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
6. Partisipasi politik umat Katolik Indonesia yang signifikan adalah niscaya dalam pikiran, perkataan dan, terutama, dalam perbuatan.
Di sadur dari Serial Buku Pengawasan Partisipatif (BERSAMBUNG BAG. III)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar