Peran Serta Umat Katolik Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas (bag.1) - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Senin, 11 Februari 2019

Peran Serta Umat Katolik Dalam Mewujudkan Pemilu Yang Berkualitas (bag.1)

Pesta  demokrasi  yang  mewujud  dalam  pemilihan  kepala  Daerah  (Pilkada), Pemilihan Legislatif ( Pileg) dan Pemilihan Presiden serta wakilnya   (pilpres)   harus   berjalan   secara   baik   dan   bermartabat.   Perhelatan  politik dalam  upaya  mencari  wakil  rakyat  dan  para  pemimpin  merupakan  salah  satu wujud  hidup  berdemokrasi  yang  harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan yang ada dan mengedepankan nilai-nilai moral, etika dan hak asasi manusia. momentum ini jugasebagai wujud nyata praktik  berdemokrasi  yang  prosedural  dan  substansial,  yang  diharapkan  terpenuhinya hak-hak asasi warga negara. 

Dalam  konteks  politik  seperti  itu,  gereja  katolik    sebagai  bagian  dari  bangsa  indonesia  dipanggil  untuk  ikut  terlibat  dalam    upaya  menghidupi,  dan  mengembangkan  demokrasi  demi    terwujudnya kesejahteraan  hidup  bersama  (bonum  commune).  Konsili  Vatikan  II  dalam dokumen apostolicam actuositatem (aa) sangat mendorong gereja    agar  ikut  memperbaiki  dan  menyempurnakan  dunia.  Gereja    tidak hanya diutus untuk menyampaikan warta tentang kristus dan menyalurkan  rahmat-nya  kepada  umat,  tetapi  gereja  harus  ikut  merasuki  dan  menyempurnakan  tata  dunia  dengan  semangat 
injili  ( bdk. aa.5)
****

“GEREJA, NEGARA DAN BONUM COMMUNE”

Gereja Sebagai Persekutuan Dan Gerakan Umat Allah

Gereja  merupakan persekutuan (communio) umat beriman  berdasarkan kesatuan tri tunggal maha kudus yaitu Bapa, putera, dan roh kudus.  karena allah yang diimani itu hidup dalam persekutuan kasih, maka  gereja memahami diri sebagai persekutuan kasih. hal itu dikuatkan oleh  konsili Vatikan ii dalam dokumen Lumen Gentium (Lg)  yang  berbunyi,    “Demikianlah  seluruh  gereja  nampak  sebagai  umat  yang disatukan  berdasarkan  kesatuan  Bapa,  putra  dan  roh  kudus” (Lg 4).

Gereja  sebagai  persekutuan  berarti  bahwa  antara  awam,  religius,  dan  klerus  saling  mengakui  dan menerima    satu  sama  lain  sebagai  saudara.  kaum  awam  dipanggil  dan  diutus  untuk  secara  khusus  mewujudkan  kerajaan  allah  melalui  kehidupan  dan  tugas  mereka   di   dunia   (bdk.Lg   31).   Para   religius   memberi   kesaksian   tentang  kasih  allah  melalui  hidup  mereka  yang  dibaktikan  pada-Nya (bdk.Lg 31).  Ada pun klerus melaksanakan tugas dan wewenang sesuai  dengan  tahbisan  yang  diterimanya  untuk  melayani  saudara-saudaranya dalam mencapai keselamatan ( bdk. Lg 18) 

Allah  Yang  maha  rahim  itu  tidak  tinggal  diam  di  dalam  diri-nya  sendiri,  melainkan  bergerak  keluar,   menciptakan  dunia,  memperkenalkan    diri,    mewartakan,    serta    mewujudkan    karya    keselamatan kepada umat manusia dan seluruh ciptaan. inilah dasar 17 utama bagi gereja untuk menjadi persekutuan yang  terus bergerak.

Pewahyuan   dan   perwujudan   karya   keselamatan   allah   itu  memuncak  dalam  peristiwa  Yesus  kristus,  yang  rela  menjadi  manusia hingga wafat di salib dan bangkit dari antara orang mati. Dalam  kehidupan  di  dunia,  Yesus  kristus  merintis  gerakan  untuk  mewartakan  kabar  gembira.  ia menyampaikan  kabar  baik  kepada  orang  miskin,  “...memberitakan  pembebasan  kepada  orang-orang  tawanan, penglihatan kepada orang – orang buta, ... membebaskan orang – orang tertindas“ (Luk. 4 : 19).

Oleh  karena  itu,  gereja  diharapkan    bergerak  keluar  demi  keselamatan  manusia  dan  seluruh  ciptaan.  Gereja  ingin  mengikuti  jejak Yesus kristus yang telah merintis gerakan mewujudkan kerajaan Allah  dengan  ikut  mewartakan  kabar  gembira  dalam  pelayanan  yang  tulus  kepada  sesama,  khususnya  mereka  yang  miskin,  lemah,  dan  tersingkir  serta  pelestarian  lingkungan  hidup.  Gereja  katolik  tidak  boleh  menjadi  persekutuan  yang  statis  dam  tertutup  tetapi  harus menjadi sebuah gerakan yang hidup dan terbuka dalam turut membangun kerajaan allah.

Hubungan Gereja Dan Negara

Pandangan  dan  pemikiran  gereja  katolik  mengenai  negara  dan  politik  dapat  ditemukan  dalam  Konstitusi  Pastoral  tentang  gereja di dunia dewasa ini  atau  Gaudium et Spes (gs) Dokumen itu juga membahas tentang hubungan antara gereja dan negara. Terkait dengan    hubungan  gereja  dan  negara,  dokumen  itu  menyatakan,  “Berdasarkan tugas maupun wewenangnya gereja sama sekali tidak dapat  dicampuradukkan  dengan  negara,  dan  tidak  terikat  pada  sistem politik mana pun juga” (gs. 76).

Wewenang gereja dan negara memang tidak dapat dicampuradukan, tetapi gereja mempunyai   kewajiban    untuk    bekerja   sama   dengan   negara   dalam   rangka   mewujudkan   cinta   kasih dan keadilan. Terkait dengan hal itu, dokumen gs menyatakan bahwa,    “gereja,  yang  bertumpu  pada  cinta  kasih  sang penebus,  menyumbangkan  bantuannya,  supaya  di  dalam  kawasan  bangsa  sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih.  Dengan  mewartakan  kebenaran  injil,  dan  dengan  menyinari  semua bidang manusiawi melalui ajaran-nya dan melalui kesaksian umat   kristen,   gereja   juga   menghormati   dan   mengembangkan   kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (gs. 76). Dari dokumen itu jelas bahwa negara dan gereja mempunyai tujuan yang sama yaitu membangun manusia secara utuh.   gereja  katolik  juga    melarang  para  hierarki  untuk  terlibat  dalam  politik  praktis  (bdk.    khk  1983  kan.  287  §  2).  Mereka  tidak  boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota legislatif atau jabatan  publik  seperti  Bupati,  gubernur,  atau  presiden  dan  Wakil  presiden.  namun,  para  hierarki  diharapkan  memberikan  perhatian  dan dukungan moral-spiritual terhadap umat katolik yang akan ikut dalam kontestasi politik.

Bonum Commune

Istilah Bonum  Commune berasal  dari  bahasa  Latin  yang  berarti  kebaikan  atau  kesejahteraan  umum.  kompendium  ajaran  sosial   gereja   no.   164   menyatakan   bahwa   kesejahteraan   umum   merujuk  pada:  “keseluruhan  kondisi  hidup  kemasyarakatan  yang  memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan  untuk  secara  lebih  penuh  dan  lebih  lancar  mencapai  kesempurnaan mereka sendiri”.

Gereja   juga   harus   terlibat   dalam   mewujudkan   bonum commun dalam masyarakat. gereja memandang perlu  kerja sama dengan negara dalam mewujudkan kesejahteraan umum tersebut. Peran  Gereja  ini  dijalankan  oleh  kaum  awam.  Gereja  mendorong kaum awam Kristiani untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan sosial  terutama  dalam  bidang-bidang  keluarga,  kebudayaan,  kerja, ekonomi dan politik sesuai dengan kemampuannya. (bdk. Lg. 31)

Hubungan Gereja Katolik Indonesia dengan NKRI
Landasan untuk kerja sama antara Gereja Katolik Indonesia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) terdapat dalam rumusan Dokumen KWI yang berjudul Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila yang berbunyi : “Agama  Katolik  tidak  dapat  mengidentifikasikan  diri dengan  salah   satu   ideologi   atau   pola   pemerintahan   tertentu.   namun  demikian,  umat  Katolik  Indonesia bersyukur  kepada  Tuhan  Yang   Maha   Esa,   bahwa   Negara   kita   memilih   Pancasila   sebagai  filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang  terungkap  dalam  kehidupan  dan  sejarah bangsa,  dan  dapat  diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat  kita yang  majemuk  ini.  Gereja  yakin  bahwa  Pancasila,  yang telah teruji dan terbukti keampuhannya dalam sejarah Republik kita ini, merupakan wadah kesatuan dan persatuan Nasional, asalkan tidak   digunakan  sebagai   topeng   untuk   melindungi   kepentingan   pribadi,  kelompok,  atau  golongan  tertentu.  Umat  Katolik  menerima  landasan  yang  sungguh-sungguh  dapat  menjadi  wadah  pemersatu  pelbagai  golongan   di   dalam   masyarakat,   yakni   Pancasila.   maka   dalam  kehidupan  berbagsa  dan bernegara, umat  Katolik  menerima  Pancasila  sebagaimana  tercantum  dalam  Pembukaan  UUD  1945.  Umat  Katolik  mendukung  Pancasila  bukan  hanya  sebagai  sarana  pemersatu, melainkan juga sebagai ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara,  yang  berakar  di  dalam  budaya  dan  sejarah  suku-suku  bangsa  kita.  Pancasila,  baik  sebagai  keseluruhan  maupun  ditinjau  sila  demi  sila,  mencanangkan  nilai  –  nilai  dasar  hidup  manusiawi,  sejalan  dengan  nilai  yang  dikemukakan  oleh  ajaran  dan  pandangan  gereja Katolik.”

Umat Katolik Indonesia: 100% Katolik 100% Indonesia

Relasi  gereja  katolik  dengan  bangsa  Indonesia  juga  bisa  ditelusuri  dari  keputusan  Mgr. Soegijapranata SJ  memindahkan pusat   gereja   Katolik   dari   Semarang   ke   Yogyakarta.   Keputusan   itu  tidak  hanya  bersifat  politis  tetapi    secara  eksistensial  ingin menyatukan  denyut  jantung  gereja  Katolik  Indonesia  dengan  jiwa  Republik Indonesia.

Sejak awal mula berdirinya Republik Indonesia,  gereja Katolik Indonesia  telah  memberikan  baktinya  kepada  ibu  pertiwi  dengan  secara  aktif  ikut  berjuang  di  medan  pertempuran,  menyediakan  berbagai fasilitas umum,  perlindungan, hingga aktif terlibat dalam diplomasi  internasional  bagi  tegaknya  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.

Di sadur dari Serial Buku Pengawasan Partisipatif (BERSAMBUNG BAG. II)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar