Dalam konteks politik seperti itu, gereja katolik sebagai bagian dari bangsa indonesia dipanggil untuk ikut terlibat dalam upaya menghidupi, dan mengembangkan demokrasi demi terwujudnya kesejahteraan hidup bersama (bonum commune). Konsili Vatikan II dalam dokumen apostolicam actuositatem (aa) sangat mendorong gereja agar ikut memperbaiki dan menyempurnakan dunia. Gereja tidak hanya diutus untuk menyampaikan warta tentang kristus dan menyalurkan rahmat-nya kepada umat, tetapi gereja harus ikut merasuki dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat
injili ( bdk. aa.5)
****
“GEREJA, NEGARA DAN BONUM COMMUNE”
Gereja Sebagai Persekutuan Dan Gerakan Umat Allah
Gereja merupakan persekutuan (communio) umat beriman berdasarkan kesatuan tri tunggal maha kudus yaitu Bapa, putera, dan roh kudus. karena allah yang diimani itu hidup dalam persekutuan kasih, maka gereja memahami diri sebagai persekutuan kasih. hal itu dikuatkan oleh konsili Vatikan ii dalam dokumen Lumen Gentium (Lg) yang berbunyi, “Demikianlah seluruh gereja nampak sebagai umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa, putra dan roh kudus” (Lg 4).
Gereja sebagai persekutuan berarti bahwa antara awam, religius, dan klerus saling mengakui dan menerima satu sama lain sebagai saudara. kaum awam dipanggil dan diutus untuk secara khusus mewujudkan kerajaan allah melalui kehidupan dan tugas mereka di dunia (bdk.Lg 31). Para religius memberi kesaksian tentang kasih allah melalui hidup mereka yang dibaktikan pada-Nya (bdk.Lg 31). Ada pun klerus melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan tahbisan yang diterimanya untuk melayani saudara-saudaranya dalam mencapai keselamatan ( bdk. Lg 18)
Allah Yang maha rahim itu tidak tinggal diam di dalam diri-nya sendiri, melainkan bergerak keluar, menciptakan dunia, memperkenalkan diri, mewartakan, serta mewujudkan karya keselamatan kepada umat manusia dan seluruh ciptaan. inilah dasar 17 utama bagi gereja untuk menjadi persekutuan yang terus bergerak.
Pewahyuan dan perwujudan karya keselamatan allah itu memuncak dalam peristiwa Yesus kristus, yang rela menjadi manusia hingga wafat di salib dan bangkit dari antara orang mati. Dalam kehidupan di dunia, Yesus kristus merintis gerakan untuk mewartakan kabar gembira. ia menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, “...memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang – orang buta, ... membebaskan orang – orang tertindas“ (Luk. 4 : 19).
Oleh karena itu, gereja diharapkan bergerak keluar demi keselamatan manusia dan seluruh ciptaan. Gereja ingin mengikuti jejak Yesus kristus yang telah merintis gerakan mewujudkan kerajaan Allah dengan ikut mewartakan kabar gembira dalam pelayanan yang tulus kepada sesama, khususnya mereka yang miskin, lemah, dan tersingkir serta pelestarian lingkungan hidup. Gereja katolik tidak boleh menjadi persekutuan yang statis dam tertutup tetapi harus menjadi sebuah gerakan yang hidup dan terbuka dalam turut membangun kerajaan allah.
Hubungan Gereja Dan Negara
Pandangan dan pemikiran gereja katolik mengenai negara dan politik dapat ditemukan dalam Konstitusi Pastoral tentang gereja di dunia dewasa ini atau Gaudium et Spes (gs) Dokumen itu juga membahas tentang hubungan antara gereja dan negara. Terkait dengan hubungan gereja dan negara, dokumen itu menyatakan, “Berdasarkan tugas maupun wewenangnya gereja sama sekali tidak dapat dicampuradukkan dengan negara, dan tidak terikat pada sistem politik mana pun juga” (gs. 76).
Wewenang gereja dan negara memang tidak dapat dicampuradukan, tetapi gereja mempunyai kewajiban untuk bekerja sama dengan negara dalam rangka mewujudkan cinta kasih dan keadilan. Terkait dengan hal itu, dokumen gs menyatakan bahwa, “gereja, yang bertumpu pada cinta kasih sang penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-nya dan melalui kesaksian umat kristen, gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (gs. 76). Dari dokumen itu jelas bahwa negara dan gereja mempunyai tujuan yang sama yaitu membangun manusia secara utuh. gereja katolik juga melarang para hierarki untuk terlibat dalam politik praktis (bdk. khk 1983 kan. 287 § 2). Mereka tidak boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota legislatif atau jabatan publik seperti Bupati, gubernur, atau presiden dan Wakil presiden. namun, para hierarki diharapkan memberikan perhatian dan dukungan moral-spiritual terhadap umat katolik yang akan ikut dalam kontestasi politik.
Bonum Commune
Istilah Bonum Commune berasal dari bahasa Latin yang berarti kebaikan atau kesejahteraan umum. kompendium ajaran sosial gereja no. 164 menyatakan bahwa kesejahteraan umum merujuk pada: “keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri”.
Gereja juga harus terlibat dalam mewujudkan bonum commun dalam masyarakat. gereja memandang perlu kerja sama dengan negara dalam mewujudkan kesejahteraan umum tersebut. Peran Gereja ini dijalankan oleh kaum awam. Gereja mendorong kaum awam Kristiani untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan sosial terutama dalam bidang-bidang keluarga, kebudayaan, kerja, ekonomi dan politik sesuai dengan kemampuannya. (bdk. Lg. 31)
Hubungan Gereja Katolik Indonesia dengan NKRI
Landasan untuk kerja sama antara Gereja Katolik Indonesia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) terdapat dalam rumusan Dokumen KWI yang berjudul Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila yang berbunyi : “Agama Katolik tidak dapat mengidentifikasikan diri dengan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu. namun demikian, umat Katolik Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Negara kita memilih Pancasila sebagai filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang terungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat kita yang majemuk ini. Gereja yakin bahwa Pancasila, yang telah teruji dan terbukti keampuhannya dalam sejarah Republik kita ini, merupakan wadah kesatuan dan persatuan Nasional, asalkan tidak digunakan sebagai topeng untuk melindungi kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu. Umat Katolik menerima landasan yang sungguh-sungguh dapat menjadi wadah pemersatu pelbagai golongan di dalam masyarakat, yakni Pancasila. maka dalam kehidupan berbagsa dan bernegara, umat Katolik menerima Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Umat Katolik mendukung Pancasila bukan hanya sebagai sarana pemersatu, melainkan juga sebagai ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara, yang berakar di dalam budaya dan sejarah suku-suku bangsa kita. Pancasila, baik sebagai keseluruhan maupun ditinjau sila demi sila, mencanangkan nilai – nilai dasar hidup manusiawi, sejalan dengan nilai yang dikemukakan oleh ajaran dan pandangan gereja Katolik.”
Umat Katolik Indonesia: 100% Katolik 100% Indonesia
Relasi gereja katolik dengan bangsa Indonesia juga bisa ditelusuri dari keputusan Mgr. Soegijapranata SJ memindahkan pusat gereja Katolik dari Semarang ke Yogyakarta. Keputusan itu tidak hanya bersifat politis tetapi secara eksistensial ingin menyatukan denyut jantung gereja Katolik Indonesia dengan jiwa Republik Indonesia.
Sejak awal mula berdirinya Republik Indonesia, gereja Katolik Indonesia telah memberikan baktinya kepada ibu pertiwi dengan secara aktif ikut berjuang di medan pertempuran, menyediakan berbagai fasilitas umum, perlindungan, hingga aktif terlibat dalam diplomasi internasional bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“GEREJA, NEGARA DAN BONUM COMMUNE”
Gereja Sebagai Persekutuan Dan Gerakan Umat Allah
Gereja merupakan persekutuan (communio) umat beriman berdasarkan kesatuan tri tunggal maha kudus yaitu Bapa, putera, dan roh kudus. karena allah yang diimani itu hidup dalam persekutuan kasih, maka gereja memahami diri sebagai persekutuan kasih. hal itu dikuatkan oleh konsili Vatikan ii dalam dokumen Lumen Gentium (Lg) yang berbunyi, “Demikianlah seluruh gereja nampak sebagai umat yang disatukan berdasarkan kesatuan Bapa, putra dan roh kudus” (Lg 4).
Gereja sebagai persekutuan berarti bahwa antara awam, religius, dan klerus saling mengakui dan menerima satu sama lain sebagai saudara. kaum awam dipanggil dan diutus untuk secara khusus mewujudkan kerajaan allah melalui kehidupan dan tugas mereka di dunia (bdk.Lg 31). Para religius memberi kesaksian tentang kasih allah melalui hidup mereka yang dibaktikan pada-Nya (bdk.Lg 31). Ada pun klerus melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan tahbisan yang diterimanya untuk melayani saudara-saudaranya dalam mencapai keselamatan ( bdk. Lg 18)
Allah Yang maha rahim itu tidak tinggal diam di dalam diri-nya sendiri, melainkan bergerak keluar, menciptakan dunia, memperkenalkan diri, mewartakan, serta mewujudkan karya keselamatan kepada umat manusia dan seluruh ciptaan. inilah dasar 17 utama bagi gereja untuk menjadi persekutuan yang terus bergerak.
Pewahyuan dan perwujudan karya keselamatan allah itu memuncak dalam peristiwa Yesus kristus, yang rela menjadi manusia hingga wafat di salib dan bangkit dari antara orang mati. Dalam kehidupan di dunia, Yesus kristus merintis gerakan untuk mewartakan kabar gembira. ia menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, “...memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang – orang buta, ... membebaskan orang – orang tertindas“ (Luk. 4 : 19).
Oleh karena itu, gereja diharapkan bergerak keluar demi keselamatan manusia dan seluruh ciptaan. Gereja ingin mengikuti jejak Yesus kristus yang telah merintis gerakan mewujudkan kerajaan Allah dengan ikut mewartakan kabar gembira dalam pelayanan yang tulus kepada sesama, khususnya mereka yang miskin, lemah, dan tersingkir serta pelestarian lingkungan hidup. Gereja katolik tidak boleh menjadi persekutuan yang statis dam tertutup tetapi harus menjadi sebuah gerakan yang hidup dan terbuka dalam turut membangun kerajaan allah.
Hubungan Gereja Dan Negara
Pandangan dan pemikiran gereja katolik mengenai negara dan politik dapat ditemukan dalam Konstitusi Pastoral tentang gereja di dunia dewasa ini atau Gaudium et Spes (gs) Dokumen itu juga membahas tentang hubungan antara gereja dan negara. Terkait dengan hubungan gereja dan negara, dokumen itu menyatakan, “Berdasarkan tugas maupun wewenangnya gereja sama sekali tidak dapat dicampuradukkan dengan negara, dan tidak terikat pada sistem politik mana pun juga” (gs. 76).
Wewenang gereja dan negara memang tidak dapat dicampuradukan, tetapi gereja mempunyai kewajiban untuk bekerja sama dengan negara dalam rangka mewujudkan cinta kasih dan keadilan. Terkait dengan hal itu, dokumen gs menyatakan bahwa, “gereja, yang bertumpu pada cinta kasih sang penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-nya dan melalui kesaksian umat kristen, gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (gs. 76). Dari dokumen itu jelas bahwa negara dan gereja mempunyai tujuan yang sama yaitu membangun manusia secara utuh. gereja katolik juga melarang para hierarki untuk terlibat dalam politik praktis (bdk. khk 1983 kan. 287 § 2). Mereka tidak boleh mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota legislatif atau jabatan publik seperti Bupati, gubernur, atau presiden dan Wakil presiden. namun, para hierarki diharapkan memberikan perhatian dan dukungan moral-spiritual terhadap umat katolik yang akan ikut dalam kontestasi politik.
Bonum Commune
Istilah Bonum Commune berasal dari bahasa Latin yang berarti kebaikan atau kesejahteraan umum. kompendium ajaran sosial gereja no. 164 menyatakan bahwa kesejahteraan umum merujuk pada: “keseluruhan kondisi hidup kemasyarakatan yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota perorangan untuk secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan mereka sendiri”.
Gereja juga harus terlibat dalam mewujudkan bonum commun dalam masyarakat. gereja memandang perlu kerja sama dengan negara dalam mewujudkan kesejahteraan umum tersebut. Peran Gereja ini dijalankan oleh kaum awam. Gereja mendorong kaum awam Kristiani untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan sosial terutama dalam bidang-bidang keluarga, kebudayaan, kerja, ekonomi dan politik sesuai dengan kemampuannya. (bdk. Lg. 31)
Hubungan Gereja Katolik Indonesia dengan NKRI
Landasan untuk kerja sama antara Gereja Katolik Indonesia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia(NKRI) terdapat dalam rumusan Dokumen KWI yang berjudul Umat Katolik Indonesia dalam Masyarakat Pancasila yang berbunyi : “Agama Katolik tidak dapat mengidentifikasikan diri dengan salah satu ideologi atau pola pemerintahan tertentu. namun demikian, umat Katolik Indonesia bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa Negara kita memilih Pancasila sebagai filsafat dan dasarnya. Pancasila mengandung nilai-nilai manusiawi yang terungkap dalam kehidupan dan sejarah bangsa, dan dapat diterima serta didukung semua golongan dan semua pihak di dalam masyarakat kita yang majemuk ini. Gereja yakin bahwa Pancasila, yang telah teruji dan terbukti keampuhannya dalam sejarah Republik kita ini, merupakan wadah kesatuan dan persatuan Nasional, asalkan tidak digunakan sebagai topeng untuk melindungi kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan tertentu. Umat Katolik menerima landasan yang sungguh-sungguh dapat menjadi wadah pemersatu pelbagai golongan di dalam masyarakat, yakni Pancasila. maka dalam kehidupan berbagsa dan bernegara, umat Katolik menerima Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Umat Katolik mendukung Pancasila bukan hanya sebagai sarana pemersatu, melainkan juga sebagai ungkapan nilai-nilai dasar hidup bernegara, yang berakar di dalam budaya dan sejarah suku-suku bangsa kita. Pancasila, baik sebagai keseluruhan maupun ditinjau sila demi sila, mencanangkan nilai – nilai dasar hidup manusiawi, sejalan dengan nilai yang dikemukakan oleh ajaran dan pandangan gereja Katolik.”
Umat Katolik Indonesia: 100% Katolik 100% Indonesia
Relasi gereja katolik dengan bangsa Indonesia juga bisa ditelusuri dari keputusan Mgr. Soegijapranata SJ memindahkan pusat gereja Katolik dari Semarang ke Yogyakarta. Keputusan itu tidak hanya bersifat politis tetapi secara eksistensial ingin menyatukan denyut jantung gereja Katolik Indonesia dengan jiwa Republik Indonesia.
Sejak awal mula berdirinya Republik Indonesia, gereja Katolik Indonesia telah memberikan baktinya kepada ibu pertiwi dengan secara aktif ikut berjuang di medan pertempuran, menyediakan berbagai fasilitas umum, perlindungan, hingga aktif terlibat dalam diplomasi internasional bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di sadur dari Serial Buku Pengawasan Partisipatif (BERSAMBUNG BAG. II)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar