DILLI - Tak gentar dengan pertumbuhan ekonomi yang lamban dan kecil, Timor-Leste mulai mengembangkan pariwisata rohani untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi negara itu dan mempromosikan devosi kepada umat Katolik Indonesia.
Inisiatif serupa telah diluncurkan di Filipina, negara mayoritas Katolik lainnya di Asia Tenggara.
Gereja Katolik Timor-Leste memulai kampanye pada 19 April bekerja sama dengan pemerintah dengan menyambut rombongan peziarah resmi pertama dari 28 “wisatawan rohani” di bawah skema tersebut.
Anggotanya berasal dari berbagai kalangan termasuk Manuel Vong, Menteri Pariwisata Timor-Leste, para katekis, tokoh umat dari berbagai paroki dan seorang imam.
Kelompok itu melakukan ziarah ke situs-situs religi utama di daerah kantong distrik Oekusi dari 20-24 April.
Etelvina Pinto, 60, seorang katekis di Paroki St Anthonius Dili selama 35 tahun mengatakan dia sebelumnya hanya mendengar tentang Oekusi tetapi tidak pernah berkesempatan berkunjung ke sana.
“Sungguh menakjubkan. Di usia tua saya, saya sungguh merasa diberkati untuk dapat melihat situs dan relikwi dengan mata saya sendiri,” katanya.
“Saya berharap lebih banyak orang, terutama anak-anak muda, akan datang ke tempat-tempat ini sehingga mereka dapat merasakan lebih dekat dengan Tuhan,” kata Pinto.
Rui Manuel, 32, adalah anggota misionaris awam Yesus Kristus, mengatakan sekarang adalah waktu yang tepat bagi pemerintah memanfaatkan pariwisata religi.
“Ziarah spiritual ini semakin memperkuat devosi saya,” katanya.
Luis Barreto, 50, ketua dewan Paroki Theresia dari Kanak-kanak Yesus, pinggiran kota Dili, mengatakan perjalanan rohani selama tiga hari itu hampir sama mengagumkannya dengan ziarah ke Yerusalem.
Dia mengatakan situs religi di Oekusi sama sakralnya dengan umat Katolik Indonesia saat situs religius dan relikwi yang dia kunjungi di Israel selama perjalanan di sana tahun 2013.
“Kedua situs keagamaan ini memiliki suasana sakral yang sama,” katanya kepada ucanews.com. “Satu-satunya perbedaan adalah situs yang ada di Yerusalem ditampilkan dalam Alkitab dan banyak orang tahu tentang situs Yerusalem dan pergi ke sana untuk berdevosi melalui situs-situs tersebut,” katanya.
“Saya harap pemerintah juga akan memperhatikan situs religi di distrik lain juga.”
Misionaris Portugis pertama tiba di Lifau tahun 1515, 500 tahun sebelum kabupaten itu dibentuk sebagai Zona Ekonomi Khusus Oekusi.
Banyak dari warisan ini telah dilestarikan dalam bentuk gereja Gotik yang dibangun dalam gaya Portugis populer abad ke-16, peninggalan St. Anthonius, patung Yesus terbaring (Senhor de Morto) – hanya dibuka untuk penghormatan umum pada hari Jumat Agung serta situs peziarah Maria, dan banyak lagi.
Lifau berada di Oecusse, yang berbatasan dengan kota Atambua dan Kefamenanu di Timor Barat, yang dikuasai oleh Jakarta.
Setelah Indonesia melepaskan kekuasaan atas Timor-Leste tahun 1999, dibutuhkan waktu tiga tahun sebelum negara itu dapat muncul sebagai negara berdaulat pada Mei 2002 dan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Fernando Baptista Nuno, dekan Fakultas Ekonomi Universitas Nasional Timor Lorosae, mengatakan pengembangan pariwisata adalah bagian dari rencana strategis pemerintah (2011-2030) untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi beragam dari sektor non-migas.
“Ini bagus bahwa pemerintah telah mulai menjadikan pariwisata sebagai prioritas,” kata Nuno kepada ucanews.com.
“Karena sejak kemerdekaan negara itu, anggaran negara sangat tergantung pada minyak dan gas,” katanya.
Pengunjung yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat karena mereka akan membeli kerajinan khas dan produk lokal. Dari aspek pendidikan, dapat memberikan kesempatan bagi anak muda belajar bahasa asing sehingga mereka dapat menjadi pemandu wisata.
“Jadi, pariwisata akan menciptakan lebih banyak pekerjaan,” katanya.
Ada empat hotel dan 20 penginapan di Oekusi yang akan memperoleh manfaat dari perkembangan ini.
“Saat ini, jumlah pengunjung masih sedikit, tidak seperti sebelum tahun 2012 ketika banyak staf PBB mengunjungi daerah itu,” kata Alda Lay, pemilik Hotel Inay Sakato.
“Kami berharap bahwa dengan memprioritaskan sektor pariwisata, Pemerintah akan menghidupkan kembali sektor ini dan membantu masyarakat setempat.”
Pastor Angelo Salsinha, pembimbing rohani ziarah ke Oekusi, mengatakan gereja telah mengidentifikasi puluhan destinasi wisata religi, dengan tujuan melestarikan budaya dan sejarah lokal, serta meningkatkan ekonomi.
“Banyak turis asing dari negara-negara seperti Australia, Portugal, India, Jepang, Korea dan Indonesia telah menyatakan keinginan mengunjungi Timor-Leste,” kata imam itu.
Dia mengatakan ziarah ke Oekusi akan secara resmi diluncurkan untuk kelompok internasional pada Agustus, dalam bentuk dua paket perjalanan selama 12 atau 18 hari. Christour Timor akan mengatur alurnya.
Robert Pangaribuan, yang bertanggung jawab atas Christour Timor – anak perusahaan dari Christour yang berbasis di Jakarta – mengatakan kelompok ini siap bekerja sama dengan pemerintah dan Gereja-gereja lokal, dan akan mendorong wisatawan asing mengunjungi Timor-Leste.
Dia mengatakan sejak 2013 ia telah mengorganisir sekitar 200 peziarah Timor mengunjungi Vatikan, Yerusalem, Israel, dan Fatima, dengan biaya setiap perjalanan rata-rata 40 juta rupiah per orang. Dia berharap pengunjung dan ekspatriat akan menghabiskan jumlah yang sama di Timor-Leste.
Setiap turis asing ke Timor-Leste membayar rata-rata 10-20 juta rupiah termasuk hotel, makanan, dan transportasi mereka.
“Ini akan sangat membantu meningkatkan pendapatan negara,” kata Pangaribuan.
Antonio de Carvalo, kepala desa Beneufe Citrana, tempat salah satu peninggalan berharga disimpan, berharap pemerintah akan memperbaiki jalan dan membangun fasilitas air bersih.
Mgr Virgilio do Carmo da Silva, uskup keuskupan Dili mengatakan sudah waktunya bagi Gereja dan pemerintah menyatukan dan mengembangkan bentuk-bentuk wisata religi yang kaya tidak hanya di sisi spiritual tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, budaya dan sejarah.
“Tempat-tempat suci tidak hanya membawa orang lebih dekat kepada Tuhan tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan budaya,” kata prelatus itu.
Uskup meminta para pastor paroki di Keuskupan Dili berada di garis depan dan bekerja dengan umat yang memelihara situs-situs religius ini, tidak hanya dalam hal menjaga kebersihan tempat-tempat itu tetapi juga menciptakan suasana yang memberi ketenangan bagi para peziarah.
Pastor Albino Marques, pastor paroki Gereja St. Anthonius Oekusi, mengatakan parokinya telah menyiapkan akomodasi bagi para turis yang ingin menghabiskan waktu di distrik ini.
“Gereja lokal akan bekerja sama dengan pemerintah menjaga situs,” katanya.
Vong mengatakan pemerintah akan membangun perumahan umum penuh dengan kamar-kamar dan toilet yang layak di sekitar lokasi memberi kesempatan kepada para wisatawan tinggal dan berbaur dengan keluarga-keluarga Timor-Leste.
“Tujuannya adalah untuk meningkatkan ekonomi rakyat,” tambahnya.
Demikian pula, Inacia da Conceicao Teixeira, sekretaris daerah yang membidangi wisata masyarakat, mengatakan bahwa timnya telah melatih masyarakat bagaimana membuat kerajinan tangan seperti menenun keranjang.
“Kami juga telah melatih 15 orang muda menjadi pemandu,” katanya.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Inisiatif serupa telah diluncurkan di Filipina, negara mayoritas Katolik lainnya di Asia Tenggara.
Gereja Katolik Timor-Leste memulai kampanye pada 19 April bekerja sama dengan pemerintah dengan menyambut rombongan peziarah resmi pertama dari 28 “wisatawan rohani” di bawah skema tersebut.
Anggotanya berasal dari berbagai kalangan termasuk Manuel Vong, Menteri Pariwisata Timor-Leste, para katekis, tokoh umat dari berbagai paroki dan seorang imam.
Kelompok itu melakukan ziarah ke situs-situs religi utama di daerah kantong distrik Oekusi dari 20-24 April.
Etelvina Pinto, 60, seorang katekis di Paroki St Anthonius Dili selama 35 tahun mengatakan dia sebelumnya hanya mendengar tentang Oekusi tetapi tidak pernah berkesempatan berkunjung ke sana.
“Sungguh menakjubkan. Di usia tua saya, saya sungguh merasa diberkati untuk dapat melihat situs dan relikwi dengan mata saya sendiri,” katanya.
“Saya berharap lebih banyak orang, terutama anak-anak muda, akan datang ke tempat-tempat ini sehingga mereka dapat merasakan lebih dekat dengan Tuhan,” kata Pinto.
Rui Manuel, 32, adalah anggota misionaris awam Yesus Kristus, mengatakan sekarang adalah waktu yang tepat bagi pemerintah memanfaatkan pariwisata religi.
“Ziarah spiritual ini semakin memperkuat devosi saya,” katanya.
Luis Barreto, 50, ketua dewan Paroki Theresia dari Kanak-kanak Yesus, pinggiran kota Dili, mengatakan perjalanan rohani selama tiga hari itu hampir sama mengagumkannya dengan ziarah ke Yerusalem.
Dia mengatakan situs religi di Oekusi sama sakralnya dengan umat Katolik Indonesia saat situs religius dan relikwi yang dia kunjungi di Israel selama perjalanan di sana tahun 2013.
“Kedua situs keagamaan ini memiliki suasana sakral yang sama,” katanya kepada ucanews.com. “Satu-satunya perbedaan adalah situs yang ada di Yerusalem ditampilkan dalam Alkitab dan banyak orang tahu tentang situs Yerusalem dan pergi ke sana untuk berdevosi melalui situs-situs tersebut,” katanya.
“Saya harap pemerintah juga akan memperhatikan situs religi di distrik lain juga.”
Misionaris Portugis pertama tiba di Lifau tahun 1515, 500 tahun sebelum kabupaten itu dibentuk sebagai Zona Ekonomi Khusus Oekusi.
Banyak dari warisan ini telah dilestarikan dalam bentuk gereja Gotik yang dibangun dalam gaya Portugis populer abad ke-16, peninggalan St. Anthonius, patung Yesus terbaring (Senhor de Morto) – hanya dibuka untuk penghormatan umum pada hari Jumat Agung serta situs peziarah Maria, dan banyak lagi.
Lifau berada di Oecusse, yang berbatasan dengan kota Atambua dan Kefamenanu di Timor Barat, yang dikuasai oleh Jakarta.
Setelah Indonesia melepaskan kekuasaan atas Timor-Leste tahun 1999, dibutuhkan waktu tiga tahun sebelum negara itu dapat muncul sebagai negara berdaulat pada Mei 2002 dan bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Fernando Baptista Nuno, dekan Fakultas Ekonomi Universitas Nasional Timor Lorosae, mengatakan pengembangan pariwisata adalah bagian dari rencana strategis pemerintah (2011-2030) untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi beragam dari sektor non-migas.
“Ini bagus bahwa pemerintah telah mulai menjadikan pariwisata sebagai prioritas,” kata Nuno kepada ucanews.com.
“Karena sejak kemerdekaan negara itu, anggaran negara sangat tergantung pada minyak dan gas,” katanya.
Pengunjung yang melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat karena mereka akan membeli kerajinan khas dan produk lokal. Dari aspek pendidikan, dapat memberikan kesempatan bagi anak muda belajar bahasa asing sehingga mereka dapat menjadi pemandu wisata.
“Jadi, pariwisata akan menciptakan lebih banyak pekerjaan,” katanya.
Ada empat hotel dan 20 penginapan di Oekusi yang akan memperoleh manfaat dari perkembangan ini.
“Saat ini, jumlah pengunjung masih sedikit, tidak seperti sebelum tahun 2012 ketika banyak staf PBB mengunjungi daerah itu,” kata Alda Lay, pemilik Hotel Inay Sakato.
“Kami berharap bahwa dengan memprioritaskan sektor pariwisata, Pemerintah akan menghidupkan kembali sektor ini dan membantu masyarakat setempat.”
Pastor Angelo Salsinha, pembimbing rohani ziarah ke Oekusi, mengatakan gereja telah mengidentifikasi puluhan destinasi wisata religi, dengan tujuan melestarikan budaya dan sejarah lokal, serta meningkatkan ekonomi.
“Banyak turis asing dari negara-negara seperti Australia, Portugal, India, Jepang, Korea dan Indonesia telah menyatakan keinginan mengunjungi Timor-Leste,” kata imam itu.
Dia mengatakan ziarah ke Oekusi akan secara resmi diluncurkan untuk kelompok internasional pada Agustus, dalam bentuk dua paket perjalanan selama 12 atau 18 hari. Christour Timor akan mengatur alurnya.
Robert Pangaribuan, yang bertanggung jawab atas Christour Timor – anak perusahaan dari Christour yang berbasis di Jakarta – mengatakan kelompok ini siap bekerja sama dengan pemerintah dan Gereja-gereja lokal, dan akan mendorong wisatawan asing mengunjungi Timor-Leste.
Dia mengatakan sejak 2013 ia telah mengorganisir sekitar 200 peziarah Timor mengunjungi Vatikan, Yerusalem, Israel, dan Fatima, dengan biaya setiap perjalanan rata-rata 40 juta rupiah per orang. Dia berharap pengunjung dan ekspatriat akan menghabiskan jumlah yang sama di Timor-Leste.
Setiap turis asing ke Timor-Leste membayar rata-rata 10-20 juta rupiah termasuk hotel, makanan, dan transportasi mereka.
“Ini akan sangat membantu meningkatkan pendapatan negara,” kata Pangaribuan.
Antonio de Carvalo, kepala desa Beneufe Citrana, tempat salah satu peninggalan berharga disimpan, berharap pemerintah akan memperbaiki jalan dan membangun fasilitas air bersih.
Mgr Virgilio do Carmo da Silva, uskup keuskupan Dili mengatakan sudah waktunya bagi Gereja dan pemerintah menyatukan dan mengembangkan bentuk-bentuk wisata religi yang kaya tidak hanya di sisi spiritual tetapi juga dalam aspek sosial, ekonomi, budaya dan sejarah.
“Tempat-tempat suci tidak hanya membawa orang lebih dekat kepada Tuhan tetapi juga memiliki nilai ekonomi dan budaya,” kata prelatus itu.
Uskup meminta para pastor paroki di Keuskupan Dili berada di garis depan dan bekerja dengan umat yang memelihara situs-situs religius ini, tidak hanya dalam hal menjaga kebersihan tempat-tempat itu tetapi juga menciptakan suasana yang memberi ketenangan bagi para peziarah.
Pastor Albino Marques, pastor paroki Gereja St. Anthonius Oekusi, mengatakan parokinya telah menyiapkan akomodasi bagi para turis yang ingin menghabiskan waktu di distrik ini.
“Gereja lokal akan bekerja sama dengan pemerintah menjaga situs,” katanya.
Vong mengatakan pemerintah akan membangun perumahan umum penuh dengan kamar-kamar dan toilet yang layak di sekitar lokasi memberi kesempatan kepada para wisatawan tinggal dan berbaur dengan keluarga-keluarga Timor-Leste.
“Tujuannya adalah untuk meningkatkan ekonomi rakyat,” tambahnya.
Demikian pula, Inacia da Conceicao Teixeira, sekretaris daerah yang membidangi wisata masyarakat, mengatakan bahwa timnya telah melatih masyarakat bagaimana membuat kerajinan tangan seperti menenun keranjang.
“Kami juga telah melatih 15 orang muda menjadi pemandu,” katanya.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar