HANOI - Sejumlah mahasiswa Katolik memperlihatkan solidaritas kepada warga Suku Hmong di Vietnam bagian barat laut dengan memberi mereka makanan untuk dinikmati saat hari libur nasional.
Sekitar 130 mahasiswa Katolik yang menempuh studi di Hanoi, ibukota negara Vietnam, mengunjungi 200 warga Suku Hmong beragama Katolik di Stasi Ngon Lanh yang terletak di Kabupaten Van Chan, Propinsi Yen Bai, pada Minggu (29/4) dan Senin (30/4).
Peter Vu Duc Bien, seorang panitia, mengatakan kegiatan itu sangat bermakna bagi para mahasiswa. Mereka meluangkan waktu luang dengan mengunjungi warga desa kurang mampu yang tinggal di wilayah pedalaman.
Vietnam memiliki hari libur nasional pada 30 April (Hari Reunifikasi) dan 1 Mei (Hari Buruh Internasional).
“Kunjungan itu bertujuan untuk memberi kesempatan kepada kami untuk berbagi kasih Kristus dengan warga setempat dan mendorong mereka untuk mengatasi tantangan dalam menghayati iman mereka,” kata Bien.
Para mahasiswa itu menempuh perjalanan sejauh 300 kilometer dengan mengendarai bus dan harus berjalan kaki sejauh delapan kilometer melewati jalan setapak di wilayah perbukitan menuju Ngin Lanh.
Bien, 25, mengatakan para mahasiswa mengikuti Misa, bermain permainan tradisional bersama anak-anak Suku Hmong dan menari bersama mereka di sekeliling api unggun di kapel stasi yang masih dalam dibangun. Mereka juga memberi umat Katolik makanan yang enak, mengadakan konser dan memimpin doa ala Taize.
Mereka juga menghabiskan malam di rumah-rumah warga setempat dan memberi mereka pakaian bekas dan 43 bingkisan berisi beras, garam, minyak goreng, ikan kering, mie instan, sepatu dan selimut. Masing-masing bingkisan bernilai 500.000 dong (sekitar 22 dolar AS) ini berasal dari donatur.
Ia mengatakan setiap mahasiswa menyumbang lima kilogram beras dan 300.000-350.000 dong untuk ongkos perjalanan.
“Kami belajar banyak tradisi, adat istiadat, gaya hidup sederhana dan keramahan warga yang hidup dalam kemiskinan,” kata Bien.
Joseph Pham Chien Thang, mahasiswa semester pertama yang mengunjungi wilayah itu untuk pertama kalinya, mengaku terkesan dengan warga setempat yang menggunakan sepeda motor untuk mengangkut banyak mahasiswa melewati jalan yang terjal menuju kapel tersebut.
“Mereka sangat ramah dan optimis dengan hidup mereka meskipun mereka mengalami kesulitan. Kami berterima kasih kepada mereka atas apa yang telah mereka perbuat bagi kami selama kunjungan ini,” kata mahasiswa berusia 19 tahun itu.
Ia mengatakan warga desa berjalan kaki melewati jalan yang terjal dan licin saat musim hujan. Mereka tinggal di rumah-rumah daun yang kecil dan menggunakan air pegunungan. Anak-anak harus berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk belajar di sebuah sekolah dasar yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Joseph Mua A Pao, 78, mantan tokoh awam, mengatakan ini pertama kalinya bagi umat Katolik setempat untuk menerima pengunjung dari wilayah lain sejak mereka direlokasi di sana 25 tahun lalu.
“Kami sangat senang bisa meluangkan waktu bersama mereka. Mereka membawa kebahagiaan bagi kami,“ kata Pao.
Keluarga Pao dan dua keluarga lainnya adalah tiga keluarga warga Suku Hmong pertama yang pindah ke wilayah tersebut pada 1993.
Ia mengatakan keluarga setempat memiliki rata-rata 5-7 anak dan beberapa memiliki 10 anak. Mereka mencari batang bambu dan benda-benda lain dari hutan, beternak dan bertani untuk bertahan hidup.
Sejumlah imam dari Paroki Vinh Quang yang terletak sekitar 30 kilometer dari wilayah itu mengunjungi dan memberi pelayaan dua kali dalam sebulan.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Sekitar 130 mahasiswa Katolik yang menempuh studi di Hanoi, ibukota negara Vietnam, mengunjungi 200 warga Suku Hmong beragama Katolik di Stasi Ngon Lanh yang terletak di Kabupaten Van Chan, Propinsi Yen Bai, pada Minggu (29/4) dan Senin (30/4).
Peter Vu Duc Bien, seorang panitia, mengatakan kegiatan itu sangat bermakna bagi para mahasiswa. Mereka meluangkan waktu luang dengan mengunjungi warga desa kurang mampu yang tinggal di wilayah pedalaman.
Vietnam memiliki hari libur nasional pada 30 April (Hari Reunifikasi) dan 1 Mei (Hari Buruh Internasional).
“Kunjungan itu bertujuan untuk memberi kesempatan kepada kami untuk berbagi kasih Kristus dengan warga setempat dan mendorong mereka untuk mengatasi tantangan dalam menghayati iman mereka,” kata Bien.
Para mahasiswa itu menempuh perjalanan sejauh 300 kilometer dengan mengendarai bus dan harus berjalan kaki sejauh delapan kilometer melewati jalan setapak di wilayah perbukitan menuju Ngin Lanh.
Bien, 25, mengatakan para mahasiswa mengikuti Misa, bermain permainan tradisional bersama anak-anak Suku Hmong dan menari bersama mereka di sekeliling api unggun di kapel stasi yang masih dalam dibangun. Mereka juga memberi umat Katolik makanan yang enak, mengadakan konser dan memimpin doa ala Taize.
Mereka juga menghabiskan malam di rumah-rumah warga setempat dan memberi mereka pakaian bekas dan 43 bingkisan berisi beras, garam, minyak goreng, ikan kering, mie instan, sepatu dan selimut. Masing-masing bingkisan bernilai 500.000 dong (sekitar 22 dolar AS) ini berasal dari donatur.
Ia mengatakan setiap mahasiswa menyumbang lima kilogram beras dan 300.000-350.000 dong untuk ongkos perjalanan.
“Kami belajar banyak tradisi, adat istiadat, gaya hidup sederhana dan keramahan warga yang hidup dalam kemiskinan,” kata Bien.
Joseph Pham Chien Thang, mahasiswa semester pertama yang mengunjungi wilayah itu untuk pertama kalinya, mengaku terkesan dengan warga setempat yang menggunakan sepeda motor untuk mengangkut banyak mahasiswa melewati jalan yang terjal menuju kapel tersebut.
“Mereka sangat ramah dan optimis dengan hidup mereka meskipun mereka mengalami kesulitan. Kami berterima kasih kepada mereka atas apa yang telah mereka perbuat bagi kami selama kunjungan ini,” kata mahasiswa berusia 19 tahun itu.
Ia mengatakan warga desa berjalan kaki melewati jalan yang terjal dan licin saat musim hujan. Mereka tinggal di rumah-rumah daun yang kecil dan menggunakan air pegunungan. Anak-anak harus berjalan kaki sejauh dua kilometer untuk belajar di sebuah sekolah dasar yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Joseph Mua A Pao, 78, mantan tokoh awam, mengatakan ini pertama kalinya bagi umat Katolik setempat untuk menerima pengunjung dari wilayah lain sejak mereka direlokasi di sana 25 tahun lalu.
“Kami sangat senang bisa meluangkan waktu bersama mereka. Mereka membawa kebahagiaan bagi kami,“ kata Pao.
Keluarga Pao dan dua keluarga lainnya adalah tiga keluarga warga Suku Hmong pertama yang pindah ke wilayah tersebut pada 1993.
Ia mengatakan keluarga setempat memiliki rata-rata 5-7 anak dan beberapa memiliki 10 anak. Mereka mencari batang bambu dan benda-benda lain dari hutan, beternak dan bertani untuk bertahan hidup.
Sejumlah imam dari Paroki Vinh Quang yang terletak sekitar 30 kilometer dari wilayah itu mengunjungi dan memberi pelayaan dua kali dalam sebulan.
Sumber: indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar