Pemimpin Lintas Agama Mengunjungi Rakhine yang Dilanda Konflik - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Selasa, 29 Mei 2018

Pemimpin Lintas Agama Mengunjungi Rakhine yang Dilanda Konflik

YANGON - Kardinal Charles Bo dari Yangoon adalah salah satu pemimpin lintas agama internasional dan lokal yang diterbangkan ke Negara Bagian Rakhine yang dilanda konflik dalam upaya untuk lebih memahami krisis Rohingya.

Enam anggota Religions for Peace International dibawa ke perkampungan Maungdaw di Rakhine utara pada 27 Mei di mana mereka mengunjungi pusat penampungan sementara juga bertemu dengan komunitas Rohingya, Hindu, dan Mro.

Dari udara, delegasi juga melihat ratusan desa Rohingya yang hancur selama kampanye pembasmian pemberontak oleh militer Myanmar yang dilancarkan terhadap militan Rohingya sejak September tahun lalu. Lebih dari 670.000 Rohingya melarikan diri ke Banglades untuk menghindari kampanye militer, yang disebut sebagai pembersihan etnis oleh PBB.

Pastor Joseph Mg Win, sekretaris Religions for Peace Myanmar, menganggap kunjungan itu berhasil dan ia menambahkan bahwa pejabat pemerintah mendukung.

“Sebagai pemimpin agama, tujuan kunjungan itu adalah untuk mempelajari kebenaran setelah mengamati situasi dengan seksama dan dari itu memberikan pesan yang benar kepada orang-orang Myanmar dan masyarakat internasional,” kata Pastor Mg Win, yang juga ketua Kominisi Ekumene dan Antaragama Keuskupan Agung Yangon.

Bersama dengan Kardinal Bo dan Pastor Mg Win adalah Myint Swe, seorang awam Buddhis terkemuka dari Organisasi Ratana Metta, dan Muslim awam Al Haj U Aye Lwin, kepala penyelenggara Islamic Center of Myanmar. Anggota internasional kelompok itu adalah Uskup Norwegia Gunnar Stalsett dari Oslo, yang merupakan presiden kehormatan Religions for Peace International, dan Pendeta Kyoichi Sugino, wakil sekjen kelompok itu.

Sehari setelah kunjungan mereka, Religions for Peace International menyatakan keprihatinan bahwa penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh keamanan negara dapat menghambat “proses perdamaian dan rekonsiliasi” tanpa menafikan pihak berwenang memiliki kewajiban untuk memelihara hukum dan ketertiban.

Mereka mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan penyelidikan “menyeluruh dan transparan” terhadap apa yang terjadi di Rakhine.

Aye Lwin mengatakan hal yang positif bahwa delegasi dapat mengunjungi daerah tersebut dan mempelajari lebih lanjut tentang kartu verifikasi nasional yang diprakarsai pemerintah dan rencana pemukiman kembali untuk pengungsi yang kembali.

“Ini adalah langkah pertama dan kami memiliki banyak hal yang harus dilakukan,” kata Aye Lwin.

Dia menambahkan bahwa ada kesenjangan informasi antara pemerintah dan pengungsi Rohingya di Banglades tentang upaya pemukiman kembali dan mengeluarkan kartu verifikasi nasional.

Pekan lalu, kelompok yang lebih besar dari 18 anggota dari Religions for Peace International dan Myanmar bertemu dengan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi di Naypyidaw. Suu Kyi menyambut baik tawaran delegasi untuk membantu upaya perdamaian dan bantuan kemanusiaan untuk tidak hanya Negara Rakhine tetapi juga negara bagian lain yang mengalami konflik etnis.

Sumber: indonesia.ucanews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar