Romo Benny Susetyo, Pr : Seorang Imam & Aktivis - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Kamis, 05 April 2018

Romo Benny Susetyo, Pr : Seorang Imam & Aktivis

Tidak banyak pastor muda yang melejit secepat Romo Antonius Benny Susetyo Pr. Ditahbiskan pada 1996, kemudian ditempatkan di Situbondo dan Bondowoso dua pekan kemudian, kini Benny Susetyo menjadi staf Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Tepatnya, Sekretaris Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK).

Posisi ini memungkinkan Benny leluasa bergerak ke mana-mana, menembus sekat-sekat agama, kepercayaan, serta latar belakang lainnya. Sebagai Pastor Kategorial, Benny Susetyo tidak punya paroki. Tidak secara langsung 'menggembalakan domba-domba' layaknya pastor biasa. Dia bisa ke mana-mana, kapan saja, bergerak di seluruh Indonesia. ''Yah, saya mendapat penugasan sebagai Pastor Kategorial. Saya berusaha melaksanakan itu dengan sebaik-baiknya,'' ujar pria 39 tahun ini saat ditemui di Gereja Katedral Surabaya, Kamis (21/3/2008).

Yang menarik, hampir 10 tahun terakhir Benny Susetyo selalu wara-wiri Surabaya-Jakarta. Saat Natal atau Pekan Suci Paskah, seperti sekarang, ia senantiasa berada di Surabaya. "Kebetulan saya diminta Romo Eko untuk membantu Perayaan Ekaristi Pekan Suci," tuturnya.

Romo Eko tak lain Pastor Paroki Hati Kudus Yesus (Katedral) Surabaya,  Romo Yosef Eko Budi Susilo Pr. Sebelum ini Romo Benny juga membantu melayani Misa di Gereja Aloysius Gonzaga, kawasan Satelit, dan Gereja Redemptor Mundi, Dukuh Kupang Barat. Karena itu, Benny sudah sangat paham karakter umat di Kota Pahlawan ini.

"Kita kan sama-sama orang Jawa Timur. Karakter orang Surabaya kan hampir sama dengan Malang," tutur pria kelahiran Malang 10 Oktober 1968 ini.

Menurutnya, seperti warga Surabaya umumnya, karakter umat Katolik di Surabaya dan sekitarnya dinamis, terbuka, blak-blakan. Kepekaan sosial umat juga cukup tinggi. Buktinya, Keuskupan Surabaya selalu terlibat dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan seperti bakti sosial serta kegiatan lintas agama. Pergaulan antar tokoh agama di Jawa Timur pun sangat baik.

"Di Algonz, misalnya, selalu ada even penyembelihan hewan kurban saat Idul Adha. Hewannya disumbang oleh umat Katolik, sementara teman-teman Muslim yang menyembelih dan membagikan kepada saudara-saudara kita yang berhak," paparnya.

Belum lagi acara sahur keliling bersama Ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang berlangsung setiap tahun. Menurut Benny Susetyo, KWI sangat menghargai berbagai aksi sosial kemasyarakatan yang dilakukan umat Katolik di Keuskupan Surabaya.

"Bagus-lah. Aksi-aksi konkret seperti itu perlu dicontoh di tempat-tempat lain," kata lulusan Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang tahun 1996 ini.

Karakter umat Surabaya yang blak-blakan dan kritis ini pernah meresahkan hierarki. Sebuah kritik terbuka dilontarkan sejumlah umat, umumnya pemikir dan aktivis, dalam bentuk Surat Domba. Ini fenomena tersendiri karena belum pernah ada di lingkungan Katolik. Pada tahbisan Uskup Surabaya Mgr Sutikno Wisaksono pada 29 Juni 2007, Ketua KWI Mgr Martinus Dogma Situmorang OFMCap sempat menyindir Surat Domba tersebut: “Kami senang dengan kegairahan umat di Surabaya. Tapi mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi surat-surat seperti itu," ujar Mgr Situmorang. Ribuan umat yang memadati Stadion TNI AL di Bumimoro pun ger-geran.

Apakah pihak KWI tidak suka dengan keterbukaan ala arek Suroboyo?

"Hehehe.... Saya kira, Ketua KWI hanya guyon saja. Toh, pihak hierarki nggak masalah. Karakter orang Jawa Timur memang begitu lah," ujar romo yang sejak mahasiswa terlibat di sejumlah kelompok diskusi lintas agama ini.

Sebelum puncak perayaan Paskah, 22 Maret 2008, umat Katolik menjalani Aksi Puasa Pembangunan (APP) selama 40 hari. Tahun ini KWI mengajak umat Katolik di seluruh Indonesia untuk fokus pada lingkungan hidup. Ketika berkhotbah di Gereja Katedral Surabaya, 20-22 Maret, Romo Benny Susetyo juga banyak membahas persoalan lingkungan.

Kenapa? "Sekarang ini sampah, air, listrik... bukan saja isu nasional, tapi isu global. Kita ini hidup di satu bumi yang sama yang sedang mengalami global warming," jelas Benny Susetyo.

KWI, sebagai paguyuban para uskup di seluruh Indonesia, akhirnya sepakat mengangkat isu lingkungan menjelang Paskah 2008. Fokusnya ke pengelolaan sampah.   "Sampah ada di mana-mana. Sampah plastik menjadi ancaman terbesar umat manusia. Plastik dijadikan bungkus makanan, bungkus barang belanjaan, dan sebagainya. Padahal, plastik ini tidak bisa didaur ulang," papar Benny bak aktivis lingkungan saja.

Nah, para uskup kemudian sepakat untuk menggulirkan gerakan kelola sampah mulai dari keluarga, sekolah, kantor. Lakukan hal-hal kecil seperti memisahkan sampah organik dan anorganik. Sampah basah dan kering. Menanam pohon-pohon. "Gerakan ini tidak akan berhenti setelah Paskah," tegasnya.

"Apakah gerakan kelola sampah ini akan efektif mengingat umat Katolik di Keuskupan Surabaya sangat sedikit? Hanya sekitar 200 ribu orang?"

"Yah, semua gerakan itu kan selalu berawal dari hal-hal kecil. Kalau 200 ribu orang peduli lingkungan, mengelola sampah dengan baik, pengaruhnya tentu ada. Paling tidak bisa membawa habitus baru di masyarakat," tegas Benny Susetyo.

Namun, penulis 10 buku sosial-politik-keagamaan ini buru-buru menambahkan, pihak gereja juga sudah menyampaikan gerakan kelola sampah kepada tokoh-tokoh agama lain dan pemerintah. Dengan begitu, ini menjadi isu bersama yang lepas dari pertimbangan politik jangka pendek atau kepentingan pragmatis. "Jangan lupa, kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang lebih disebabkan oleh budaya serakah," sebutnya.

Mengapa keserakahan terjadi? Mengapa perusahaan-perusahaan raksasa menggunduli hutan? Mengeksploitasi alam untuk pertambangan? Ini semua, kata Benny, hanya bisa distop oleh para penyelenggara negara yang punya moral dan hati nurani. "Selama masih ada korupsi, izin bisa dibeli, politik masih transaksional, maka kehidupan akan rusak. Dan itu merupakan dosa sosial yang sangat berat," katanya.

Ketika Reformasi Jadi “Repotnasi”

SEBELUM Presiden Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, Benny Susetyo sangat sibuk berdiskusi, bikin aksi, menulis artikel, serta menggembleng para aktivis muda di berbagai tempat di Jawa Timur. Posisinya sebagai Pastor Pembantu di Paroki Situbondo merupakan 'nilai tambah' tersendiri.

Benny diundang ke mana-mana. Dia makin akrab dengan para tokoh lintas agama, khususnya aktivis Muslim dan pemuka Islam. Ketua Pengurus Besar Nahdaltul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun menjadi 'teman dekat' Romo Benny. Begitu juga KH Hasyim Muzadi, KH Ali Maschan Moesa, KH Said Aqil Siradj hingga Ulil Abshar-Abdalla.

Dulu, sebelum reformasi 1998, Gus Dur selalu mengajak Benny Susetyo untuk diskusi atau ceramah di pesantren atau komunitas Islam. Sebaliknya, Gus Dur pun mampir, makan siang atau makan malam, di Pastoran Situbondo. Setiap Lebaran Benny Susetyo bersama sejumlah rohaniawan Katolik, Protestan, serta Konghuchu bersilaturahmi ke rumah-rumah para tokoh Islam.

Pada akhir 1990-an, Konferensi Waligereja (KWI) mengembangkan gerakan 'membangunan persaudaraan sejati' di Indonesia. Forum persaudaraan sejati dan sejenisnya pun tumbuh di mana-mana. Lantas, setelah Pak Harto lengser, para aktivis civil society ini terserap masuk ke ranah politik. Partai-partai baru muncul. Mereka-mereka yang sebelumnya hanya di luar, kini mulai merambah masuk ke pusat kekuasaan.

Gus Dur bahkan terpilih sebagai presiden keempat, 2001. KH Hasyim Muzadi ikut maju sebagai calon wakil presiden pendamping Megawati Soekarnoputri, 2004, tapi kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono. Sebentar lagi KH Ali Maschan Moesa, tokoh lintas agama yang juga ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, maju dalam pemilihan gubernur. Aktivis-aktivis mahasiswa sudah banyak yang menjadi politisi.

Bagaimana pendapat Benny Susetyo?

"Yah, itu kan pilihan kawan-kawan karena situasi menuntut demikian. Tapi hubungan kami tetap baik meskipun tidak sering berkumpul seperti dulu," ujarnya.

Yang jelas, Benny mengaku kecewa dengan gerakan reformasi yang sudah berlangsung 10 tahun ini. Reformasi bukannya membawa kebaikan, tapi justru menimbulkan persoalan baru yang tak kalah kompleks. "Sekarang kan bukan reformasi, tapi repotnasi. Sejak awal reformasi hanya untuk menjatuhkan Pak Harto. Orang-orang Orba (Orde Baru, red) membajak reformasi dan berkuasa sampai hari ini," ujar Benny Susetyo dengan nada tinggi.

Para politisi sekarang, yang nota bene tadinya aktivis-aktivis prodemokrasi dan civil society, dilihat Benny Susetyo tak lebih sebagai penikmat posisi. Politik jual-beli alias transaksional jadi panglima. Partai-partai politik tidak melakukan pendidikan politik. "Hasilnya, ya, pemimpin yang transaksional. Karena punya uang, dia beli sampan lewat partai untuk maju di pilkada," ujarnya.

Benny Susetyo juga prihatin dengan partai-partai kita yang sama sekali tidak punya ideologi. Idealisme perjuangan untuk rakyat tidak ada. "Ironis, partai tidak membina kader sehingga punya akar. Ideologinya, ya, hanya uang."

Lalu, apa solusinya?

"Carilah pemimpin yang tidak punya uang, tapi punya keutamaan. Pemimpin harus punya wawasan kebudayaan. Pemimpin yang mampu memberi harapan untuk keluar dari feodalisme ke sistem yang egaliter," urainya.

Apakah ada pemimpin macam itu?

"Jelas ada lah. Orang Indonesia kan ratusan juta," katanya diplomatis.

Benny Susetyo enggan menyebut nama, namun rohaniwan muda ini mengagumi almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX. "Beliau memberikan harta miliknya untuk RI tanpa mau jasanya dicatat. Takhtanya benar-benar untuk rakyat," ujarnya memuji mantan wakil presiden RI serta Raja Keraton Yogyakarta itu.

Di sela-sela kesibukannya sebagai Pastor, Romo Benny Susetyo selalu menyempatkan waktu untuk menulis. Kebiasaan ini, menurut dia, sudah berlangsung sejak masih menjadi mahasiswa STFT Widya Sasana di Malang. Tiap hari, kalau ada ide, Benny menulis apa saja. Merespons isu-isu yang berkembang saat itu.

''Menulis itu kan pergumulan. Selama kita masih bergumul dengan berbagai masalah, ya, selalu akan ada tulisan-tulisan saya yang lahir,'' tuturnya.

Usai ditahbiskan sebagai Imam Katolik pada 1996, Romo Benny ditempatkan di Paroki Situbondo. Sepekan sebelumnya, terjadi kerusuhan hebat di kota santri di kawasan tapal kuda ini. Sedikitnya selusin gereja dibakar habis, termasuk Gereja Katolik Situbondo.   Benny yang baru beberapa hari menjadi pastor diamanatkan oleh Uskup Malang, Mgr HJS Pandoyoputro, O.Carm, untuk 'membangun persaudaraan sejati' dengan para tokoh dan kaum muslim di Situbondo dan Bondowoso.

Sejak itulah pergumulan Benny kian mendalam. Dia punya banyak pengalaman baru bertemu dengan para kiai, berkunjung ke pesantren, hingga menggelar sejumlah acara bersama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu Gus Dur tokoh masyarakat sipil, pelopor dialog antar iman, yang sulit dicari tandingannya. Pelan-pelan nama imam muda asal Malang ini dikenal luas karena sering diundang bicara tentang kerusuhan Situbondo serta menyikapi persoalan sosial-politik menjelang akhir rezim Orde Baru.

Nah, pengalaman-pengalaman lapangan ini kemudian dijadikan bahan tulisan oleh Benny Susetyo. ''Saya diimbau oleh Romo Mangunwijaya agar membuat tulisan tentang apa yang saya alami di Situbondo,'' kenangnya.   Almarhum Romo YB Mangunwiajaya - budayawan, sastrawan, arsitek, aktivis sosial termasuk salah satu tokoh idola Benny. Jangan heran, hampir di semua artikelnya, Benny sadar atau tidak mengutip pandangan-pandangan Mangunwijaya.

Benny pun menjadi penulis artikel yang sangat produktif. Lalu, sejumlah rekan-rekannya, yang nota bene aktivis mahasiswa dan mantan aktivis mahasiswa Islam, meminta agar artikel-artikel tersebut dibukukan. Benny oke-oke saja. Dan 'Orde Para Bandit' menjadi buku pertama Benny Susetyo.

''Kalau nggak salah, terbit tahun 2001. Teman-teman seperti Syaiful Arif yang minta agar artikel-artikel saya dibukukan,'' kenangnya. Syaiful bekas aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang belakangan menekuni penerbitan buku-buku tentang sosial, politik, agama, budaya.

Sementara itu, tulisan-tulisan Benny semakin lancar mengalir ke mana-mana. ''Itu yang dimuat. Yang nggak dimuat juga tidak sedikit. Hehehe,'' ujar pria yang suka blak-blakan ini.

Singkat cerita, sampai Maret 2008 ini Benny sudah merilis 10 buku yang diterbitkan sejumlah penerbit, termasuk Penerbit Kompas. ''Saya malah sudah tidak ingat persis judulnya apa saja,'' paparnya.

Beberapa buku karya Benny Susetyo, yang sejatinya kumpulan artikel, antara lain berjudul Politik Penguasa terhadap Agama, Hancurnya Etika Politik, Politik Pendidikan Penguasa, Peranan Kaum Awam dalam Pembangunan Ekonomi, Kasih Pembebasan, Vox Populi Vox Dei, Tragedi Situbondo. Sudah dapat banyak royalti dong?   "Royalti opo? Kalaupun ada yang dapat ya teman-teman yang menerbitkan. Dananya untuk gerakan, pemberdayaan, membangun jaringan, dan sebagainya. Aku sendiri malah nggak ngurus royalti."

Ihwal tulisan-tulisannya yang to the point, blak-blakan, Benny mengatakan, hal itu tidak bisa dielakkan dalam kondisi politik yang carut-marut sejak 'reformasi' 1998. Reformasi dikasih tanda petik oleh Benny karena, menurut dia, reformasi yang digembor-gemborkan itu sesungguhnya hanya kulit belaka. Ini menuntut penulis untuk berpihak.

"Berpihak pada siapa? Tentunya kepada rakyat banyak yang menjadi korban seperti kasus lumpur Lapindo. Ini karya misi profetis, misi kenabian, untuk berada bersama rakyat," tegasnya.

Realitas yang semakin telanjang, papar Benny, di mana korupsi berlangsung terbuka, politik uang, perusakan lingkungan, dan sebagainya, menuntut kolumnis atau penulis mana pun untuk bicara apa adanya. Harus dengan bahasa terang.  "Sehingga, pesannya tidak ditafsirkan macam-macam dan arah keberpihakan jelas. Itulah jurnalisme profetis," tegas romo yang kerap tampil dalam diskusi di sejumlah stasiun televisi itu.  Lantas, buku apa lagi yang bakal terbit?   "Hehehe... Itu urusan teman-teman. Saya sendiri malah nggak banyak ngurus," pungkasnya.

BIODATA SINGKAT

Nama:
Antonius Benny Susetyo Pr.

Lahir:
Malang, 10 Oktober 1968.

Pendidikan:
Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang.

Jabatan:
Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan (HAK) Konferensi Waligereja Indonesia.

AKTIVITAS SEKARANG
Setara Institute Jakarta
Forum Kajian Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
Forum Komunikasi Antarumat Beragama
Forum Kerja Kemanusiaan
Visi Anak Bangsa
Kolumnis sejumlah media nasional

AKTIVITAS SEBELUMNYA

Pembina kaum muda Katolik di Keuskupan Malang
Pastor pembantu di Situbondo
Pembina frater-frater praja di Malang
Penggiat dialog antaragama di Malang
Mengisi pekan suci, pelatihan, dialog, seminar, di Surabaya

(ditulis oleh Lambertus L. Hurek, 22 Maret 2008)

(Sumber:http://www.trinitas.or.id/artikel/87-100-politik-indonesia/415-romo-benny-susetyo-pr.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar