Surat Gembala Uskup Agung Keuskupan Semarang - Warta Katolik

Breaking

Bagi Yang Ingin Kegiatannya Dipublikasikan Di Blog Ini, Mohon Hubungi WA No. 081345227640

Minggu, 22 April 2018

Surat Gembala Uskup Agung Keuskupan Semarang

HARI PENDIDIKAN NASIONAL 2018

Saudari-saudara, Ibu-Bapak dan anak-anakku yang terkasih dalam Kristus, Berkah Dalem. Semoga berkat dan kasih karunia Tuhan senantiasa menyertai kita.

Setiap tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tanggal tersebut dipilih bertepatan dengan peristiwa lahirnya Ki Hajar Dewantara yang dijadikan Bapak Pendidikan Nasional. Beliau memperjuangkan bertumbuhnya kemerdekaan sejati manusia melalui pendidikan ketika bangsa kita masih dijajah oleh Belanda. Perjuangannya masih sangat relevan untuk kita teruskan pada saat ini.

Pentingnya perjuangan ini menjadi ajakan bagi kita untuk bersikap dalam pengelolaan pendidikan Katolik, mengantar anak-anak dalam pendidikan persaudaraan dan untuk pengembangan karakter kristiani melalui pendampingan yang baik oleh orangtua dan penyelenggara sekolah. Beberapa hal berkait dengan praksis pendidikan kiranya dapat kita cermati, misalnya kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan, penetapan kurikulum, kebijakan ujian nasional, zonasi penerimaan peserta didik baru, dan lain-lain. Hal lain yang sekarang ini sedang dialami oleh anak-anak dan orangtua bahkan juga sekolah, adalah gawé besar ujian nasional. Kita bisa merasakan bagaimana anak-anak sekolah sering mengalami kecemasan menjelang pelaksanaan Ujian Akhir Nasional. Orangtua dan sekolah ikut cemas dalam mengupayakan hasil yang baik bagi peserta didik. Berbagai upaya dilakukan demi hasil yang baik. Kita sadar dan tahu bahwa angka hasil ujian akhir belum mampu mencerminkan seluruh kemampuan dan pikiran, namun perhatian anak, orangtua, dan sekolah sering tercurah kesana. Kita tahu dan sadar bahwa anak-anak memang perlu dikem­bangkan bukan hanya dalam kemampuan intelektualnya saja, namun juga karakter kepribadiannya. Bagaimana pendampingan karakter anak ini diupayakan?

Kita diingatkan oleh para Bapa Konsili Vatikan II melalui dokumen tentang Pendidikan Gravissimum Educationis. Dalam dokumen tersebut ditegaskan bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang penting. Gereja menyadari bahwa pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi yang utuh dan dewasa secara manusiawi dan kristiani. Ketika terlibat dalam proses pembentukan pribadi yang utuh, Gereja menghadirkan perannya. Karya pendidikan merupakan wajah Gereja di tengah masyarakat. Bagaimana peran ini dilaksanakan? Gereja menegaskan bahwa semua umat beriman  bertanggungjawab dalam pelaksanaannya. Namun tetap harus kita catat bahwa pendidik pertama dan utama adalah orangtua dan keluarga. Kanon 1136 KHK 1983 menyatakan bahwa “Orangtua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural, maupun moral dan religius”. Karena itu orangtua dan seluruh anggota keluarga memiliki peran penting dalam pendampingan dan pendidikan anak-anak, termasuk dalam hal agama/iman, kemanusiaan, dan kebudayaan.

Guna membantu orangtua dalam mendidik anak-anaknya, Gereja dan masyarakat sipil bertanggungjawab menyediakan dan menyelenggarakan pendidikan yang dibutuhkan, termasuk pendidikan katolik. Itulah sebabnya dari waktu ke waktu, Gereja selalu memperjuangkan keberadaan sekolah-sekolah katolik dan menyelenggarakan pendidikan katolik yang memadai. Kendati demikian tetap perlu kita catat bahwa keberadaan dan penyelenggaraan sekolah dan pendidikan katolik ini sifatnya lebih merupakan bantuan bagi para orangtua dan keluarga.

Ibu, Bapak, saudari-saudara dan anak-anakku terkasih.

Mengupayakan pendidikan karakter selalu berkaitan dengan menumbuh­kembangkan tata nilai dalam diri anak. Proses pertumbuhan ini bukan instan tetapi perlu waktu panjang. Maka harus dilakukan bukan hanya melalui lembaga pendidikan formal atau sekolah, tetapi juga di keluarga, lingkungan Gereja, maupun masyarakat. Kita meyakini bahwa nilai-nilai kristiani, misalnya, kasih persaudaraan berperan penting dalam pemben­tukan karakter anak-anak bangsa kita. Apalagi untuk situasi sekarang ini, kebhinnekaan dan persaudaraan antar sesama warga bangsa dikoyak oleh sikap intoleran dan ingin menyingkirkan mereka yang berbeda. Pendidikan dalam bingkai kasih persaudaraan perlu terus dihidupkan dan dicarikan perwujudannya melalui proses pembelajaran dan suasana sehari-hari di sekolah. Kerjasama dengan orangtua, tokoh masyarakat dan pemuka agama lain melalui ‘srawung’ hidup bersama, hidup bertetangga dengan lingkungan sekitar dimana sekolah berada, perlu dicari dan ditemukan perwujudannya.

Kita dapat menimba inspirasi dari hidup Yesus sebagai pokok anggur yang benar yang mengundang kita menjadi ranting-ranting dan menghasilkan buah yang banyak (bdk. Yohanes 15:1-8). Kesatuan dengan Sang Pokok Anggur yang benar, akan menghasilkan buah kasih semakin nyata dalam hidup sehari-hari. Nilai-nilai tersebut perlu dihadirkan, dibiasakan dalam hidup harian, sehingga menjadi sebuah habitus dan bukan hanya kegiatan sesaat.

Keluarga Katolik harus berupaya menumbuhkembangkan nilai-nilai kristiani dalam diri anak-anak, sehingga mereka memiliki karakter kristiani. Doa bersama dalam keluarga dapat menjadi sarana menumbuhkan karakter religius anak. Di zaman yang memberikan banyak tawaran infomasi, anak perlu dibantu untuk menyaring dan memilih informasi yang tepat dan berguna untuk perkembangan pribadinya. Kehadiran orang tua mendampingi anak merupakan kebutuhan penting dan mendesak. Kita bukan hanya berhenti mencermati efek negatif dari perkembangan teknologi, tetapi perlu langkah kreatif memanfaatkan teknologi untuk perkembangan hidup. Di samping itu, orang tua perlu melatih anak bertanggungjawab pada barang miliknya sekaligus dilibatkan dalam tanggungjawab pemeliharaan barang milik keluarga. Misalnya, di usia dini, anak dilatih mencuci dan merapikan pakaiannya sendiri, setelah beranjak remaja, anak dilatih ikut memelihara dan menjaga kebersihan dan kerapihan rumah. Tanggungjawab kecil dan sehari-hari dalam melatih anak, di kelak kemudian hari anak akan mampu menerima tanggungjawab yang lebih besar.

Terkait dengan Lembaga Pendidikan Katolik, terutama Sekolah Katolik, saya, sebagai Uskup, mengucapkan limpah terima kasih kepada para Ibu-Bapak guru, dan semua tenaga kependidikan, serta para Suster/Bruder/Rama/Ibu-Bapak pengelola pendidikan yang telah berjuang memekarkan potensi peserta didik. Apresiasi yang tinggi untuk panjenengan semua dalam aneka upaya yang dibuat. Perjuangan ini masih terus kita laksanakan. Dalam upaya pendidikan karakter, peran guru dan tenaga kependidikan sangat penting. Keteladanan guru dan tenaga kependidikan bisa menjadi model yang baik untuk menumbuhkan karakter anak. Saat mengajar di kelas, guru bukan hanya memikirkan materi untuk disampaikan tetapi perlu membangun relasi  baik dengan anak. Dalam suasana relasi yang baik, pendidikan lebih terjamin terlaksana dibandingkan dalam suasana ketidaknyamanan. Guru menjadi saksi nilai kristiani yang hidup di depan peserta didik dan juga dalam komunitas lembaga pendidikan. Dengan cara demikian semoga pengembangan karakter kekatolikan lebih mudah dilaksanakan.

 Ibu, Bapak, saudari-saudara serta anak-anakku terkasih.

Gereja di Indonesia, khususnya juga di wilayah Gerejawi Keuskupan Agung Semarang, telah terjadi penurunan jumlah peserta didik Sekolah Katolik dan semakin banyak Sekolah Katolik yang harus berjuang untuk sekadar tetap hidup. Menyadari situasi ini, melalui Nota Pastoral tentang Pendidikan (20 Mei 2009) KWI  mengajak semua pihak untuk bergerak dan peduli pada Lembaga Pendidikan Katolik. Di Keuskupan kita, ditumbuhkan Tim Peduli Pendidikan di empat kevikepan. Gerakan kepedulian ini terus dikembangkan bukan hanya karena kondisi sebagian besar Sekolah Katolik yang terpuruk, tetapi karena tugas tanggungjawab kita sebagai Gereja Katolik. Aneka gerakan solidaritas dan kepedulian yang selama ini sudah berlangsung perlu ditingkatkan. Misalnya gerakan dua ribu rupiah tiap orang pada bulan Mei di Kevikepan Surakarta, berbagi Lima Roti Dua Ikan tiap tanggal 7 dalam bulan di sekolah-sekolah Katolik, TASKA KAS untuk pendidikan, dan beasiswa – beaguru melalui bantuan kas Paroki atau lembaga tertentu. Gerakan berbagi dan aneka upaya perbaikan tata kelola penyelenggara pendidikan Katolik merupakan wujud kepedulian dan perhatian kita pada Lembaga Pendidikan Katolik dan sekaligus perwujudan tanggungjawab kita sebagai Gereja.

 Ibu, Bapak, saudari-saudara dan anak-anakku terkasih.

Kiranya, dengan memperhatikan berbagai macam perkembangan dan tuntutan kebutuhan masyarakat, sudah waktunya kita melakukan berbagai pembenahan dalam menyelenggarakan pendidikan. Tujuannya jelas, yakni agar karya kerasulan di bidang pendidikan ini jangan sampai menjadi punah. Cuma ada dua pilihan: berbenah atau punah. “Berbenah” tentu saja mengandaikan adanya upaya-upaya perubahan dalam banyak hal, khususnya dalam pola pikir dan tata pengelolaan yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Berbangga dan terpaku pada kejayaan masa lalu terkadang justru membuat kita kami–tenggengen (tertegun) dan aras–arasen (enggan), dan akhirnya gagap melangkah untuk berbenah.

Agar pembenahan ini dapat terlaksana secara efektif, efisien dan berdaya ubah, perlulah kerjasama yang serentak dengan banyak pihak, termasuk antar penyelenggara pendidikan katolik. Sudah bukan zamannya masing-masing penyelenggara pendidikan katolik memikirkan hanya kemajuan lembaganya sendiri. Saatnya sekarang ini untuk bersinergi dan bekerja bersama mewujudkan dan menampilkan wajah Gereja yang peduli pada pendidikan generasi muda.

Karena itu, pada kesempatan yang istimewa ini, saya mengajak seluruh umat katolik di KAS untuk memberikan perhatian lebih banyak lagi bagi pendidikan katolik, apapun bentuknya. Kepada para penyelenggara pendidikan katolik, saya mengajak Panjenengan semua untuk bergandengan tangan dan berkerjasama menampilkan kepedulian Gereja pada pendidikan. Juga kepada para Romo Paroki bersama dengan Tim Kerja Pendidikan Paroki, saya mendorong Panjenengan semua untuk memberi perhatian khusus pada anak-anak di sekolah-sekolah katolik yang ada di paroki, pada anak-anak katolik di sekolah-sekolah non katolik, juga perhatian untuk peningkatan kesejahteraan para guru dan karyawan di sekolah-sekolah katolik.

Semoga Hari Pendidikan Nasional ini semakin menyemarakkan karya pelayanan pendidikan di Keuskupan Agung Semarang.

Salam, doa, dan berkah Dalem.



Semarang, 22 April 2018, Minggu Paska IV – Minggu Panggilan.

Uskup Agung Keuskupan Agung Semarang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar