MANILA - Seorang imam Katolik ditembak mati setelah merayakan Misa di kota Gattaran, Filipina utara, di provinsi Cagayan pada 29 April.
Polisi mengatakan, Pastor Mark Anthony Yuaga Ventura, 37, ditembak dua kali oleh seorang pria bersenjata.
Imam itu sedang memberkati anak-anak yang menghadiri Misa sembari berbicara dengan anggota paduan suara ketika seorang pria yang memakai helm dengan sepeda motor mendekatinya.
Pastor Ventura menderita luka tembak di kepala dan dada dan meninggal di tempat kejadian, menurut polisi.
Si penyerang berjalan keluar dari gimnasium, tempat Misa diadakan, dan melarikan diri dengan sepeda motor bersama komplotannya.
Beberapa menit setelah penembakan, gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan tubuh imam yang tak bernyawa itu tergetak di tanah dekat altar.
Pastor Ventura, yang dikenal sebagai advokat anti-tambang dan berkarya di tengah masyarakat suku di provinsi Cagayan. Ia ditahbiskan menjadi imam tahun 2011.
Dia adalah kepala Stasi Misi San Isidro Labrador yang berbasis di desa Mabuno. Sebelumnya ia adalah rektor Seminari Tinggi Santo Thomas Aquinas di kota Aparri.
Para uskup, aktivis mengutuk pembunuhan itu.
Para uskup Katolik di negara itu mengutuk pembunuhan Pastor Ventura, dengan mengatakan bahwa mereka “benar-benar terkejut dan tak percaya mendengar tentang pembunuhan brutal itu.”
“Kami mengutuk tindakan jahat ini,” kata para uskup dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles, ketua Konferensi Waligereja Filipina.
Para uskup meminta kepada pihak berwenang “bertindak cepat dalam mengejar para pelaku … dan membawa mereka ke pengadilan.”
Pembunuhan pastor itu “menciptakan epidemi kekebalan hukum dan kebiadaban yang telah ditetapkan di negara itu,” kata pernyataan dari kelompok aktivis Makabayan.
Suster Patricia Fox, seorang misionaris Australia yang telah bekerja di komunitas miskin di Filipina dalam 27 tahun terakhir, diperintahkan untuk meninggalkan negara itu minggu lalu karena bergabung dengan unjukrasa.
Kelompok pemuda Anakbayan menyalahkan pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte atas pembunuhan pastor itu, Kelompok pemuda Anakbayan menggambarkan pemerintahan duterte sebagai “fasis, tirani, dan beraturan mafia.”
“Kampanye fasisnya telah menjadikan orang-orang dari bidang keagamaan sebagai sasaran pembunuhan, intimidasi, dan pelecehan karena telah bersuara tidak hanya melawan perang berdarah orang gila itu terhadap narkoba tetapi juga melawan ketidakadilan sosial dan politik yang dilakukan oleh rezim,” kata kelompok itu dalam pernyataan mereka.
Polisi Nasional Filipina telah memerintahkan pembentukan satgas khusus untuk menyelidiki pembunuhan Pastor Ventura.
Imam itu adalah anggota klerus kedua yang ditembak mati dalam empat bulan ini di Filipina.
Orang-orang bersenjata tak dikenal pada Desember 2017 membunuh Pastor Marcelito Paez, 72, dalam penyergapan di kota Jaen, provinsi Nueva Ecija.
Sumber : indonesia.ucanews.com
Polisi mengatakan, Pastor Mark Anthony Yuaga Ventura, 37, ditembak dua kali oleh seorang pria bersenjata.
Imam itu sedang memberkati anak-anak yang menghadiri Misa sembari berbicara dengan anggota paduan suara ketika seorang pria yang memakai helm dengan sepeda motor mendekatinya.
Pastor Ventura menderita luka tembak di kepala dan dada dan meninggal di tempat kejadian, menurut polisi.
Si penyerang berjalan keluar dari gimnasium, tempat Misa diadakan, dan melarikan diri dengan sepeda motor bersama komplotannya.
Beberapa menit setelah penembakan, gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan tubuh imam yang tak bernyawa itu tergetak di tanah dekat altar.
Pastor Ventura, yang dikenal sebagai advokat anti-tambang dan berkarya di tengah masyarakat suku di provinsi Cagayan. Ia ditahbiskan menjadi imam tahun 2011.
Dia adalah kepala Stasi Misi San Isidro Labrador yang berbasis di desa Mabuno. Sebelumnya ia adalah rektor Seminari Tinggi Santo Thomas Aquinas di kota Aparri.
Para uskup, aktivis mengutuk pembunuhan itu.
Para uskup Katolik di negara itu mengutuk pembunuhan Pastor Ventura, dengan mengatakan bahwa mereka “benar-benar terkejut dan tak percaya mendengar tentang pembunuhan brutal itu.”
“Kami mengutuk tindakan jahat ini,” kata para uskup dalam sebuah pernyataan yang ditandatangani oleh Uskup Agung Davao Mgr Romulo Valles, ketua Konferensi Waligereja Filipina.
Para uskup meminta kepada pihak berwenang “bertindak cepat dalam mengejar para pelaku … dan membawa mereka ke pengadilan.”
Pembunuhan pastor itu “menciptakan epidemi kekebalan hukum dan kebiadaban yang telah ditetapkan di negara itu,” kata pernyataan dari kelompok aktivis Makabayan.
Suster Patricia Fox, seorang misionaris Australia yang telah bekerja di komunitas miskin di Filipina dalam 27 tahun terakhir, diperintahkan untuk meninggalkan negara itu minggu lalu karena bergabung dengan unjukrasa.
Kelompok pemuda Anakbayan menyalahkan pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte atas pembunuhan pastor itu, Kelompok pemuda Anakbayan menggambarkan pemerintahan duterte sebagai “fasis, tirani, dan beraturan mafia.”
“Kampanye fasisnya telah menjadikan orang-orang dari bidang keagamaan sebagai sasaran pembunuhan, intimidasi, dan pelecehan karena telah bersuara tidak hanya melawan perang berdarah orang gila itu terhadap narkoba tetapi juga melawan ketidakadilan sosial dan politik yang dilakukan oleh rezim,” kata kelompok itu dalam pernyataan mereka.
Polisi Nasional Filipina telah memerintahkan pembentukan satgas khusus untuk menyelidiki pembunuhan Pastor Ventura.
Imam itu adalah anggota klerus kedua yang ditembak mati dalam empat bulan ini di Filipina.
Orang-orang bersenjata tak dikenal pada Desember 2017 membunuh Pastor Marcelito Paez, 72, dalam penyergapan di kota Jaen, provinsi Nueva Ecija.
Sumber : indonesia.ucanews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar